Multifinance Harap Kemudahan Pendanaan & Insentif Demi Pacu Pembiayaan
Sektor multifinance atau pembiayaan menjadi salah satu usaha yang terkena pukulan telak pandemi virus corona atau Covid-19, karena adanya wabah membuat permintaan turun drastis. Oleh karena itu, diperlukan insentif dari pemerintah dan perbankan agar multifinance mampu memacu kinerja dengan kepastian pendanaan atau working capital.
Komisaris Independen PT Smart Multi Finance Jodjana Jody mengatakan saat ini industri multifinance mendapat tantangan besar dari sisi likuiditas. Pasalnya, di tengah pandemi corona tidak ada pembiayaan baru, sementara pembayaran dari konsumen eksisting tersendat dan bahkan harus direstrukturisasi.
"Restrukturisasi secara industri kurang lebih sudah mencapai 30% dari total konsumen, namun di saat yang sama perusahaan multifinance masih harus membayar kewajiban yang besar kepada bank," kata Jodjana dalam sebuah forum diskusi virtual, Kamis (27/8).
Multifinance pun menurutnya kesulitan mendapatkan working capital, terutama dari dalam negeri karena perbankan saat ini cukup ketat seleksinya. Secara umum, hampir sebanyak 51% pendanaan untuk multifinance berasal dari dalam negeri yakni dari perbankan.
Kesulitan mendapatkan pendanaan ini umumnya dialami oleh perusahaan multifinance skala kecil dengan aset di bawah Rp 1 triliun atau Rp 1 triliun-Rp 5 triliun. Sementara bagi perusahaan multifinance skala besar, sumber pendanaan tidak terbatas di dalam negeri karena ada offshore loan dan penerbitan global bond.
Perusahaan multifinance memang bisa mengajukan restrukturisasi pinjaman ke perbankan untuk mengurangi bebannya, namun menurut Jodjana hal ini pun tidak mudah. Sebab ada kekhawatiran di beberapa perusahaan multifinance, jika usai restrukturisasi bakal sulit mendapatkan pendanaan dari bank.
"Akibatnya saat ini banyak multifinance yang mencoba bertahan dengan mengandalkan collection eksisting, dengan laju pembiayaan baru masih tersendat," ujarnya.
Oleh karena itu, ia mengharapkan perbankan aktif melakukan restrukturisasi untuk multifinance agar masalah likuiditas bisa ditekan dan perusahaan pembiayaan dapat fokus mengejar konsumen baru di tengah pandemi.
Selain itu, ia pun mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah berupa insentif tambahan kepada konsumen, terutama otomotif lewat pemangkasan pajak. Cara ini sudah ditempuh negara lain seperti Thailand, sehingga penurunan sektor otomotifnya bisa ditekan menjadi hanya 30% sementara Indonesia turun hingga 55%.