Kasus Covid-19 Global Tembus 25 Juta, Eropa Catat Lonjakan Kasus Baru
Jumlah kasus Covid-19 yang dilaporkan di seluruh dunia menembus 25 juta. Data Universitas John Hopkins mencatat AS, Brasil, dan India memimpin jumlah kasus wabah mirip flu ini.
Virus corona telah menewaskan lebih dari 843 ribu orang di seluruh dunia sejak muncul di Wuhan, Tiongkok akhir tahun lalu. Warga Amerika Serikat, Meksiko, dan Brasil yang meninggal dunia akibat pandemi ini mencapai lebih dari 40% total kematian global.
Kasus Covid-19 dilaporkan pertama kali melampaui 10 juta kasus pada akhir Juni 2020. Kemudian meningkat dua kali lipat dalam kurang dari dua bulan menjadi 20 juta kasus pada 10 Agustus.
"Virus ini akan bersama kita untuk sementara waktu. Tanpa vaksin, itu akan bersama kita selama bertahun-tahun. Pembukaan kembali tak berarti pertarungan telah berakhir," kata Carissa Etienne, dan direktur regional Organisasi Kesehatan Dunia untuk Amerika seperti dikutip dari CNBC, Senin (31/8).
Beberapa negara Eropa mulai melaporkan lonjakan kasus kembali baru-baru ini. Perdana Menteri Prancis Jean Castex mengatakan virus itu menyebar dengan cepat di kalangan anak muda, memaksa pemerintah untuk turun tangan. Castex mengatakan Prancis harus melakukan segalanya untuk menghindari langkah karantina.
Infeksi di Spanyol, yang memiliki jumlah kasus tertinggi di antara negara-negara Eropa, telah meningkat menjadi hampir 440 ribu kasus sejak negara itu melonggarkan karantina pada akhir Juni.
AS terus berjuang melawan wabah ini dengan jumlah kasus terbesar yang dilaporkan, meskipun pertumbuhan kasus baru tampaknya mendatar setelah musim panas wabah melonjak.
Negara Paman Sam ini melaporkan rata-rata 42.000 infeksi baru sehari selama seminggu terakhir, penurunan lebih dari 3% dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Kasus baru di AS memuncak pada 22 Juli sebanyak 67.317 kasus.
Namun, pejabat kesehatan khawatir virus corona dapat menyebar ke jantung Amerika. Menurut analisis CNBC dari data John Hopkins, kasus baru tumbuh sebesar 19% atau lebih di Indiana, Iowa, Kansas, Nebraska, Michigan, Minnesota, North Dakota dan South Dakota pada Minggu (30/8).
Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS Robert Redfield baru-baru ini mengatakan kepada Dr. Howard Bauchner dari Journal of American Medical Association bahwa ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan di mana kasus-kasus tampaknya tidak berubah tetapi tidak menurun. Redfield mengatakan perkembangan kasus di sejumlah wilayah di AS "macet". Kondisi ini mengkhawatirkan di tengah ancaman peningkatanan kasus influenza mendekati musim gugur.
“Kami tidak perlu gelombang ketiga di AS, kami perlu mencegahnya," ujarnya.
AS bersiap untuk mendistribusikan vaksin, yang diharapkan terjadi awal tahun depan, sebagai bagian dari Operation Warp Speed pemerintahan Trump. Pejabat kesehatan mengatakan tidak ada cara untuk kembali ke "normal" sampai vaksin didistribusikan.
Pada hari Rabu, CDC mengusulkan pedoman untuk siapa yang akan menerima dosis pertama setelah kandidat vaksin disetujui. Pemberian vaksin akan diprioritaskan untuk petugas kesehatan, personel penting dan orang Amerika yang rentan, seperti orang tua dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya.
Penasihat virus corona Gedung Putih Anthony Fauci mengatakan pasokan awal dosis vaksin diperkirakan akan dibatasi dan tidak akan tersedia secara luas untuk orang Amerika hingga 2021. Pemerintah federal telah menghabiskan miliaran dalam pengembangan vaksin, mengunci minimal 800 juta dosis,
Rusia mendaftarkan vaksin, yang disebut "Sputnik V," pada 11 Agustus, meskipun para ilmuwan memperingatkan bahwa kandidatnya hanya melalui uji klinis fase satu dan fase dua dan bukan uji coba besar pada manusia untuk membuktikan kemanjuran vaksin. Rusia mengatakan akan memulai uji coba fase tiga pada Agustus.
WHO mencatat ada 188 kandidat vaksin untuk menyembuhkan virus corona per Senin (10/8). Perinciannya, sebanyak 139 vaksin masih dalam tahap pra-klinis atau masih diuji coba ke hewan.