Kanada Berencana Kenakan Pajak bagi Warga yang Menolak Vaksin Covid-19
Pemerintah Quebec, salah satu provinsi di Kanada, mengumumkan rencana pengenaan pajak bagi warganya yang menolak vaksin Covid-19. Rencana ini diusulkan di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang membuat sistem kesehatan di wilayah tersebut kewalahan.
"Vaksin adalah kunci untuk melawan virus. Inilah mengapa kami mencari kontribusi kesehatan untuk orang dewasa yang menolak divaksinasi karena alasan non-medis," kata Perdana Menteri Quebec Francois Legault dikutip dari Reuters Selasa (11/1).
Legault mengatakan, meningkatnya gangguan pada sistem kesehatan di wilayahnya sebagian besar disebabkan oleh mereka yang menolak vaksin. Sekalipun hanya 10% dari penduduk di Quebec yang belum divaksinasi, mereka menyumbang sekitar 50% dari perawatan di layanan kesehatan. Namun, pengenaan pajak ini akan dikecualikan bagi mereka yang tidak divaksinasi karena alasan medis.
Sebelum Quebec, langkah serupa lebih dulu dilakukan Austria. Negara di benua Eropa itu mengharuskan penduduk berusia di atas 14 tahun untuk membayar retribusi US$ 4.100 atau setara Rp 58,7 juta (kurs Rp 14.320 per US$) untuk setiap tiga bulan jika mereka tetap tidak divaksin.
Meski mulai ramai diperbincangkan publik, pemerintah Quebec belum merilis rincian jelas terkait kapan aturan akan diberlakukan serta berapa besaran pajaknya. Langkah ini akan menjadi yang pertama bagi negara-negara di kawasan Amerika Utara.
Rencana pengenaan pajak ini juga mulai menuai kritik. Situs berita lokal terkuma La Presse memperingatkan pajak dapat menargetkan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk mereka yang tidak divaksin karena keterbatasan informasi. Kelompok minoritas juga rentan menjadi sasaran, seperti pendudukan kulit hitam dan pribumi yang dinilai memiliki sejarah panjang diskriminasi dalam sistem perawatan kesehatan di wilayah tersebut.
"Mereka tidak boleh menjadi kambing hitam karena mereka yang merasa kesal," tulis surat kabar tersebut dikutip dari The Guardian, Rabu (12/1).
Di sisi lain, La Presse juga mengapresiasi karena langkah pemajakan tersebut sangat diperlukan untuk melawan Covid-19. Dalam kondisi luar biasa seperti sekarang, pengenaan pajak menjadi masuk akal karena setiap orang harus berkontribusi dalam penanganan pandemi.
Sementara itu, para ahli juga mulai memperingatkan, kebijakan reaksioner tersebut dapat merusak akses terhadap sistem kesehatan. Kolumnis kesehatan di surat kabara Globe and Mail Andre Picard mengatakan, orang yang anti-sosial, dinilai menjengkelkan atau salah informasi sekalipun masih memiliki hak atas pelayanan kesehatan.
Hal serupa juga diutarakan Asosiasi Kebebasan Sipil Kanada (CCLA) yang menyebut kebijakan tersebut bertentangan dengan konstitusional. Selain itu, Kanada juga memiliki layanan kesehatan publik universal, di mana layanan dasar penting untuk diberikan melampaui pertimbangan atas keputusan yang dipilih pasien.
"Mengizinkan pemerintah untuk mengenakan denda pada mereka yang tidak setuju dengan perawatan medis yang direkomendasikan pemerintah adalah usulan yang sangat meresahkan,” kata pejabat penasihat umum CCLA Cara Zwibel.
Sebuah jajak pendapat belum lama ini menunjukkan bahwa warga Quebec secara konsisten lebih bersedia untuk divaksin daripada wilayah lain di Kanada. Provinsi ini juga memiliki penilaian terhadap pelaksanaan lockdown yang kuat. Selain itu, rencana pemajakan ini menunjukkan perubahan signifikan dimana Kanada sebelumnya juga sangat terbuka dengan warganya yang masih ragu-ragu untuk divaksin.