Ekonomi Cina Tumbuh 8,1% pada 2021, Makin Melambat Menuju Akhir Tahun
Ekonomi Cina berhasil tumbuh 8,1% sepanjang 2021, meski bergerak melambat menuju akhir tahun. Produksi industri yang meningkat hingga akhir tahun berhasil mengimbangi penurunan penjualan ritel.
Data resmi dari Biro Statistik Nasional China yang dirilis Senin (17/1) menunjukkan produk domestik bruto (PDB) Cina hanya tumbuh 4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,9% year on year, capaian pertumbuhan pada kuartal terakhir tahun lalu lebih baik dari prediksi analis yang disurvei Reuters sebesar 3,6% yoy.
Namun, para ekonom berdasarkan data keuangan Wind Information memperkirakan pertumbuhan tahun ini mencapai 8,4%,
Produksi industri naik 4,3% pada Desember dari tahun lalu, mengalahkan perkiraan para analis sebesar 3,6%. Kenaikan terutama terjadi pada produksi mobil yang tumbuh untuk pertama kalinya sejak April, naik 3,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Investasi aset tetap tumbuh 4,9% pada tahun lalu, melampaui ekspektasi untuk pertumbuhan 4,8%. Investasi di real estate naik 4,4%, sedangkan di infrastruktur naik 0,4%.
Investasi di bidang manufaktur juga tumbuh 13,5% pada tahun 2021 dari tahun lalu. Namun, penjualan ritel meleset dari ekspektasi dan tumbuh sebesar 1,7% pada Desember dari tahun lalu. Analis yang disurvei oleh Reuters telah memperkirakan kenaikan 3,7%.
"Kami menyadari bahwa lingkungan eksternal lebih rumit dan tidak pasti, dan ekonomi domestik berada di bawah tekanan tiga kali lipat dari kontraksi permintaan, kejutan pasokan, dan ekspektasi yang melemah," kata Biro Statistik Cina, dikutip dari CNBC.
Tingkat pengangguran perkotaan di Cina pada Desember mencapai 5,1%. Sementara tingkat pengangguran untuk mereka yang berusia 16 hingga 24 tahun tetap jauh lebih tinggi di kisaran 14,3%.
“Data PDB yang lebih baik dari perkiraan tidak mengubah gambaran besar: ekonomi Cina berada di bawah banyak tantangan untuk saat ini dan siklus pelonggaran kebijakan sedang berlangsung,” ujar Kepala Ekonom Cina di Macquarie Larry Hu dalam risetnya.
Ia merujuk pada kebijakan Bank Sentral Cina atau People's Bank of China (PBoC) hari ini yang memutuskan untuk memotong biaya pinjaman pinjaman jangka menengah, pertama kalinya sejak April 2020. Hu memperkirakan bank sentral menurunkan suku bunga pinjaman acuan pada 1 Januari 2022
Efek Buruk Kebijakan Mengejar Nol Kasus
Kebijakan nol Covid-19 Cina yang bertujuan mengendalikan pandemi mendorong penerapan pembatasan perjalanan baru di dalam negeri, termasuk menerapkan lockdown kota Xi'an di Cina tengah pada akhir Desember.
Cina juga menerapkan lockdown secara penuh atau sebagian pada sejumlah kota pada bulan ini untuk mengendalikan kantong-kantong wabah yang terkait dengan varian omicron. Analis mulai mempertanyakan apakah manfaat dari strategi nol-Covid China lebih besar daripada biayanya, mengingat seberapa menular dan berpotensi kurang fatalnya varian omicron.
Goldman Sachs memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi Cina pada tahun ini, memperhitungkan kebijakan nol-Covid-19 yang akan menyebabkan peningkatan pembatasan aktivitas bisnis. Namun, para analis mengatakan dampak terbesar adalah pada belanja konsumen.
Penjualan ritel turun 3,9% pada 2020 meskipun ekonomi Cina secara keseluruhan tumbuh di tengah pandemi. Belanja konsumen sejak itu tetap lamban terutama karena pembatasan perjalanan telah menghambat pariwisata.
Penjualan ritel secara keseluruhan pada tahun lalu berasih tumbuh sebesar 12,5% setelah terkontraksi tahun sebelumnya. Angka penjualan ritel juga telah melampaui level 2019.
Namun, hanya daerah perkotaan yang mengalami peningkatan penjualan ritel tahun lalu dibandingkan level 2019. Pengeluaran konsumen di daerah pedesaan tahun lalu tetap 1,8% di bawah level 2019, menurut analisis data Wind CNBC.