RI Defisit Perdagangan dari Cina US$ 2,4 M pada 2021, Apa Penyebabnya?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, realisasi perdagangan dengan Cina sepanjang tahun lalu mencatatkan defisit US$ 2,45 miliar. Negeri Panda ini masih menjadi negara mitra utama untuk ekspor maupun impor Indonesia.
"Komoditas pendorong defisit dengan Cina, yaitu mesin dan peralatan mekanis HS 84 dan mesin dan perlengkapan elektrik HS85," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam keterangan tertulisnya kepada Katadata.co.id, Senin (17/1).
Defisit pada perdagangan dengan Cina karena realisasi impor sepanjang tahun lalu yang lebih besar dibandingkan ekspor. Nilai impor secara total (termasuk migas) dari Cina mencapai US$ 56,23 miliar atau 28,6% dari total impor Indonesia tahun lalu. Impor dari Cina naik 41,87% dibandingkan tahun 2020.
Impor mesin dan peralatan mekanis memberikan sumbangan terbesa mencapai US$ 12,57 miliar, naik 40,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, kenaikan tertinggi impor tahun lalu terjadi untuk produk farmasi mencapai 1.307% dari hanya US$ 152 juta pada 2020 menjadi US$ 2,15 miliar.
Di sisi lain, ekspor Indonesia ke Cina juga mencatatkan kenaikan sebesar 69,22% menjadi US$ 53,78 miliar. Nilai tersebut menempatkan Cina sebagai negara tujuan ekspor utama Indonesia dengan pangsa 23,2% dari total ekspor tahun lalu US$ 231,54 miliar.
"Khusus ekspor nonmigas Indonesia ke Cina secara nilai tumbuh 70,72%, tetapi secara volume naik 38%," kata Margo.
Komoditas utama ekspor non-migas ke Cina yakni bahan bakar mineral yang mencatatkan kenaikan 191,15% menjadi US$ 14,64 miliar. Pengiriman besi dan baja juga naik 69,83% menjadi US$ 10,07 miliar, demikian pula dengan ekspor lemak dan minyak hewan nabati 85,22% atau US$ 6,58 miliar. Ketiga komoditas ini yang menjadi pendorong surplus dan menahan defisit dagang tidak terlalu dalam dengan Cina.
Defisit perdagangan antara Indonesia dengan Cina turun dibandingkan 2020 yang mencapai US$ 7,8 miliar. Ini melanjutkan tren penurunan sejak 2019 yang bahkan mencatatkan defisit mencapai US$ 16,9 miliar.
Meski mencatat defisit dengan Cina, kinerja neraca dagang Indonesia secara keseluruhan pada tahun lalu berhasil mencatat surplus tertinggi sepanjang 15 tahun terakhir. Surplus neraca dagang 2021 sebesar US$ 35,34 miliar, tumbuh 63% dibandingkan surplus pada tahun 2020.
Peningkatan pada surplus neraca dagang tahun ini berkat pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor. Nilai ekspor Indonesia pada tahun 2021 sebesar US$ 231,54 miliar atau naik 41,88% dari tahun sebelumnya. Ekspor komoditas pertambangan melonjak 92,15% menjadi US$ 37,9 miliar.
Ekspor industri pengolahan tumbuh 35,11% menjadi US$ 177,1 miliar, serta menjadi kontributor utama ekspor RI tahun lalu. Ekspor migas juga tumbuh dua digit sebesar 48,78% menjadi US$ 12,3 miliar. Sementara ekspor pertanian tumbuh paling lambat sebesar 2,86% dengan nilai US$ 4,2 miliar.
Dari sisi impor juga tumbuh tinggi sebesar 38,59%. Nilai impor tahun lalu US$ 196,2 miliar. Nilai impor untuk semua penggunaan barang meningkat terutama jenis bahan baku atau penolong sebesar 42,8%. Impor bahan baku tahun lalu US$ 147,38 miliar.
Lebih lanjut, nilai impor barang modal juga meningkat sebesar 20,77% menjadi US$ 28,6 miliar. Impor barang konsumsi tumbuh 37,73% menjadi US$ 20,18 miliar.