Omnibus Law Sektor Keuangan Masuk Prolegnas Prioritas Tahun Depan
Rencana pemerintah mereformasi sistem keuangan mulai terang. DPR tengah membahas kemungkinan Omnibus law Sektor Keuangan masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2021.
Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Hendrawan Supratikno, ada dua undang-undang terkait keuangan negara dan sistem keuangan yang akan masuk sebagai tambahan Prolegnas Prioritas 2021.
Pertama, RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang merupakan inisiatif pemerintah. Kedua, RUU Reformasi Sektor Keuangan yang merupakan inisiatif DPR.
Namun, rapat kerja pada pekan ini mengenai Prolegnas Prioritas 2021 yang membahas terkait kedua usulan RUU tersebut ditunda ke masa sidang berikutnya. Setelah disepakati di Baleg, kedua RUU tersebut akan diajukan ke Sidang Paripurna.
"Setelah disetujui di Paripurna, Bamus akan tentukan alokasi penugasan." ujar Hendrawan kepada Katadata.co.id, Jumat (27/11).
Kedua undang-undang tersebut akan ditangani oleh Komisi XI DPR. Namun untuk UU yang diinisiasi oleh DPR akan kembali membutuhkan harmonisasi di Badan Legislasi.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebutkan Omnimbus Law Sektor Keuangan saat ini masih terus dibahas di Kementerian Keuangan dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Kendati demikian, ia mengaku belum mengetahui isi dari draf RUU tersebut.
Omnimbus Law Sektor Keuangan, menurut dia, akan lebih komprehensif mengatur reformasi pada sektor tersebut. "Namun saya kurang tahu bagaimana pendapat presiden mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang," kata Yustinus kepada Katadata.co.id.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyatakan sedang menyiapkan Perppu tentang reformasi sistem keuangan, untuk mengantisipasi dampak Covid-19 yang bisa saja merembet ke stabilitas sistem keuangan. Pemerintah tengah mengkaji aturan untuk mengetahui seberapa besar ketahanan sistem keuangan dalam menghadapi krisis Covid-19.
Reformasi sistem keuangan dinilai ia, diperlukan untuk memperbaiki mekamisme kerja sama antara pemerintah, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan. Perbaikan tetap diperlukan meski koordinasi kebijakan oleh lembaga anggota KSSK sejauh ini dianggap berhasil menjaga permasalahan sektor keuangan tidak menimbulkan dampak terlalu besar.
Selain itu, reformasi diarahkan untuk memperkuat peran LPS guna meminimalisasi risiko kegagalan bank. Pemerintah juga akan mengkaji secara teliti kemungkinan untuk mengembalika kewenangan pengawasan bank dari OJK ke BI. "Pengawasan LPS akan diperkuat, terutama untuk early intervention hingga penempatan dana," kataSri Mulyani dalam konferensi video, Jumat (4/9).
Gubernur BI Perry Warjiyo menilai penguatan perbankan yang menjadi salah satu tujuan penerbitan Perppu terkait reformasi sistem keuangan memang mendesak untuk dilakukan. Salah satu poin yang cukup penting untuk diatur dalam Perppu adalah terkait intervensi lebih dini dalam penanganan bank sebelum gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
"Jadi bagaimana LPS dapat melakukan manajemen risiko lebih baik. Kalau ada bank yang cenderung solvent tentu BI dapat memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) dan LPS dapat melakukan penanganan bank yang insolvent tentu dalam forum pengawasan perbankan terpadu," ujar Perry dalam rapat kerja dengan DPR melalui konferensi video, Senin (28/9).
Perry mengatakan sudah dua kali diundang pemerintah untuk memberikan pandangan umum terkait Perppu. Namun, rancangan Perppu sepenuhnya dirumuskan oleh pemerintah.
Otoritas Jasa Keuangan mencatat rasio kredit bermasalah alias non performing loan perbankan per Agustus 2020 masih stagnan di angka 3,22%. Nilai ini sama seperti bulan sebelumnya.