Data Kematian Covid-19 Paling Mempengaruhi Sektor Ritel dan Manufaktur
Jumlah kematian akibat Pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap tingkat mobilitas masyarakat. Hal ini lantas mempengaruhi penjualan ritel, keyakinan konsumen, dan kondisi perekonomian secara keseluruhan.
Ekonom Chatib Basri menjelaskan survei yang dilakukan office of Chief Economist Bank Mandiri menunjukkan bahwa masyarakat cenderung tetap tinggal di rumah ketika kasus kematian akibat virus corona meningkat.
“Menariknya, hanya kurang dari lima hari. Di hari ketiga, mereka sudah keluar lagi," katanya dalam Mandiri Webinar Series bertajuk “Dunia Pasca Pandemi, Ada Apa dengan 2021?” pada Rabu (2/12).
Ia menjelaskan, keputusan tinggal di rumah atau bepergian keluar dipengaruhi oleh kelas ekonomi masyarakat. Masyarakat kelompok ini tidak memiliki tabungan sehingga terpaksa keluar rumah untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan.
Faktor ini pula yang menyebabkan lockdown atau pembatasan sosial di sejumlah negara, seperti Indonesia dan India tidak efektif. “Mereka hanya akan tinggal di rumah kalau diberi cash transfer,” kata Chatib.
Maka meski indeks keyakinan konsumen kelompok masyarakat ini masih di bawah 100 atau pesimistis, keyakinan konsumen masyarakat bawah masih lebih baik dibandingkan kelompok menengah atas. Apalagi, konsumsi mereka didominasi oleh barang-barang esensial yang memang harus dipenuhi.
Sementara itu, kelompok berpendapatan menengah dan atas yang secara umum memiliki tabungan lebih akan memilih banyak beraktivitas di dalam rumah. Konsumsi mereka turun paling signifikan karena mengurangi pembelian barang nonesensial yang selama ini memberikan sumbangan paling besar tetapi membutuhkan mobilitas tinggi.
"Seperti traveling atau membeli barang mewah. Orang masih ragu membeli barang mahal secara online seperti mobil, itu kan harus dilihat," katanya.
Ia menyarankan, daya beli kelompok masyarakat berpendapatan bawah harus dipertahankan dengan bantuan sosial. Sementara kelompok menengah atas harus didorong untuk berbelanja dengan mengendalikan kasus pandemi Covid-19.
Chatib memproyeksi ekonomi belum akan sepenuhnya pulih. Ini karena program vaksinasi membutuhkan waktu. Mantan menteri keuangan ini memproyeksi ekonomi baru akan pulih ke level sebelum pandemi pada 2022.
Pendiri Ancora Group Gita Wirjawan mengatakan ketersediaan vaksin virus corona dan kemampuan melakuan vaksinasi secara luas akan memengaruhi pemulihan daya beli masyarakat pada 2021.
Namun, ketidakpastian ekonomi dan dunia usaha masih bisa berlanjut hingga 2-3 tahun ke depan. Penyebabnya, pelaksanaan tes Covid-19 yang baru sekitar 2,1% dari populasi di Indonesia belum menggambarkan kondisi pandemi secara keseluruhan untuk pengambilan keputusan.
“Selama ketidakpastian sangat terkait dengan asimetri informasi, maka akan terus membuahkan ketidakpastian dalam proyeksi bisnis, ekonomi, politik, dan geopolitik ke depan,” kata Gita.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, tingkat kematian akibat covid-19 memiliki pengaruh yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi satu negara. Menurut dia, semakin tinggi angka kematian, semakin dalam kontraksi ekonomi.
"Semakin tinggi kematian, kontraksi ekonomi akan semakin dalam," katanya dalam konferensi pers terkait APBN 2021, Selasa (1/12).
Ia mencontohkan, beberapa negara yang mencatatkan jumlah korban meninggal akibat covid-19 cukup tinggi, antara lain Meksiko, Prancis, Italia, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Argentina mengalami kontraksi ekonomi hingga dua digit. Sementara Indonesia yang memiliki tingkat kematian dibandingkan jumlah kasus relatif lebih rendah mengalami kontraksi ekonomi yang lebih baik.
Meski demikian, Sri Mulyani memproyeksi ekonomi Indonesia masih negatif 0,6% hingga 1,7% pada tahun ini. Namun, ia optimistis ekonomi akan tumbuh 5% pada tahun depan.
Indonesia melaporkan 17.081 orang meninggal akibat virus corona hingga Selasa (1/12). Jumlah itu menjadi ketiga tertinggi di Asia, hanya di bawah India (138.159 orang) dan Iran (48.628 orang).