Pemerintah Beri Keringanan Utang kepada 36.283 Debitur Kecil
Pemerintah memberikan keringanan utang terhadap 36.283 debitur kecil terdampak Covid-19 untuk meredakan beban masyarakat serta mempercepat penyelesaian piutang negara pada instansi pemerintah.
Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain Lukman Efendi mengatakan, debitur-debitur tersebut memiliki nilai utang di bawah Rp 1 miliar. "Total nilai piutangnya yaitu Rp 1,17 triliun," ujar Lukman dalam media briefing secara virtual, Jumat (26/2).
Terdapat 11.906 debitur kecil yang memiliki utang Rp 161,99 miliar kepada Kementerian Kesehatan, termasuk piutang dari rumah sakit. Lalu 5.444 debitur dengan utang Rp 196,91 miliar kepada PT Perusahaan Pengelola Aset, 4.616 debitur berutang Rp 112,89 miliar kepada Kementerian Hukum dan HAM, serta 5.923 debitur kecil berutang pada Kementerian Keuangan Rp 199,42 miliar.
Kemudian 1.173 debitur berutang Rp 10,99 miliar kepada Kementerian Riset dan Teknologi, 1.166 debitur berutang Rp 40,63 miliar kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan 1148 debitur Rp 122,21 miliar kepada Kementerian Kehutanan. Serta, 4.907 debitur berutang Rp 329,11 miliar kepada instansi pemerintah lainnya.
Luky menyebutkan, program keringanan utang ditujukan kepada para pelaku UMKM, debitur Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS), dan perorangan atau badan hukum/badan usaha yang memiliki utang pada instansi pemerintah. "Ini sudah diatur dalam peraturan menteri keuangan nomor 15 tahun 2021," katanya.
Kendati demikian, piutang yang diberikan keringanan sudah harus diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2020. Selain itu, terdapat tiga kriteria utama penerima keringanan utang.
Pertama, perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan UMKM dengan pagu kredit paling banyak Rp 5 miliar. Kedua, perorangan yang menerima KPR RS/RSS dengan pagu kredit paling banyak Rp100 juta. Ketiga, perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa kewajiban sebesar Rp 1 miliar.
Menurut Lukman, terdapat dua bentuk keringanan utang yang diberikan yakni keringanan jumlah yang harus dibayar debitur dan keringann dalam bentuk moratorium. Negara. Keringanan jumlah utang yang harus dibayar antara lain pengurangan pembayaran pelunasan utang yang meliputi keringanan utang pokok, seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lain, serta tambahan keringanan utang pokok.
Besaran tarif keringanan yang diterapkan mulai dari 35% hingga 60% untuk sisa utang pokok. Terdapat pula tambahan keringanan sebesar 50% apabila lunas sampai dengan Juni 2021, 30% pada Juli sampai dengan September 2021, dan 20% pada Oktober sampai 20 Desember 2021.
Sementara itu, moratorium hanya diberikan kepada debitur yang memiliki kondisi khusus, yaitu terbukti terdampak Covid-19 dan pengurusan piutang negaranya baru diserahkan setelah ditetapkan status bencana nasional pandemi. Moratorium yang diterapkan ialah penundaan penyitaan barang jaminan atau harta kekayaan lain, penundaan pelaksanaan lelang, dan/atau penundaan paksa badan hingga status bencana nasional pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir oleh pemerintah.
Meski begitu, ia menjelaskan bahwa terdapat beberapa pengecualian jenis utang debitur yang bisa diberikan keringanan yakni utang tuntutan ganti rugi, utang yang berasal dari bank dalam likuidasi, utang ikatan dinas, serta utang dengan jaminan berupa asuransi, surety bond, atau bank garansi.
Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa kebijakan terbaru tersebut selaras dengan saran Bank Pembangunan Asia (ADB). "Dalam studinya, UMKM memang mengharapkan kemudahan syarat pengembalian utang dari pemerintah," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (26/2).
Kendati demikian, perlu dilihat seberapa besar presentase utang yang dilakukan UMKM ke pemerintah. Selama ini, seringkali utang-piutang yang dilakukan oleh UMKM umumnya berkaitan dengan sektor perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya.
Yusuf pun berharap berbagai bantuan pemerintah terhadap UMKM terus dilanjutkan. Bantuan yang dimaksud seperti tetap memberikan bantuan subsidi atau layanan gratis khususnya untuk listrik, air, dan gas. Alasannya, beragam UMKM bergantung pada ketiga komponen ini.
Sementara itu, perlu ada proses monitoring dan evaluasi dari beragam bentuk bantuan yang telah dan akan dikeluarkan oleh pemerintah. "Ini untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan memang sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan saat ini oleh UMKM," ujar dia.
Di samping itu, proses monitoring dan evaluasi juga bisa digunakan pemerintah untuk merapikan basis data UMKM. Data tentunya akan terus digunakan guna membantu UMKM secara berkelanjutan untuk naik kelas.