Bocoran Tarif dan Syarat Wajib Pajak untuk Ikut Tax Amnesty Jilid II
Pemerintah berencana kembali memberikan pengampunan pajak atau tax amnesty pada tahun depan. Tarif yang akan dikenakan dalam tax amnesty jilid II ini akan lebih besar dibandingkan yang pertama, yakni mencapai 12,5% hingga 30%.
Berdasarkan draf RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diperoleh Katadata.co.id, pengampunan pajak akan dibagi kedalam dua golongan. Pertama, pengakuan harta yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015 yang kurang atau belum diungkapkan saat tax amnesty jilid 1. Kedua, pengakuan harta yang diperoleh sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2019 yang kurang atau belum diungkapkan dalam surat pemberitahuan pajak tahunan.
"Wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud," demikian tertulis dalam Pasal 37 B ayat 1 Draf RUU KUP.
Harta bersih yang merupakan nilai harta dikurangin nilai utang dianggap sebagai penghasilan dan dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final. Adapun tarif yang dikenakan untuk pengungkapan harta sebelum amnesti pajak pertama sebesar 15% atau 12,5% jika wajib pajak menyatakan akan menginvestasikan harta bersih ke instrumen surat berharga negara.
Sementara untuk pengungkapan harta yang diperoleh tahun 2016 hingga 2019, dikenakan tarif 30% atau 20% jika wajib pajak orang pribadi menginvestasikan hartanya ke instrumen surat berharga.
Tarif yang ditawarkan pemerintah dalam program ini lebih tinggi dibandingkan amnesti pajak pertama, seperti terlihat di bawah ini.
Penempatan harta pada instrumen surat berharga negara untuk memperoleh keringanan tarif harus dilakukan di pasar perdana paling lambat 31 Maret 2022 dan paling singkat lima tahun.
Wajib pajak yang ingin mengungkapkan harta bersih yang diperoleh sebelum atau setelah amnesti pajak jilid pertama dapat menyampaikannya melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Ditjen Pajak Periode 1 Juli 2021 hingga 31 Desember 2021.
Adapun WP yang boleh mengikuti pengungkapan harta tersebut harus memenuhi ketentuan yakni, tidak sedang dilkukan pemeriksaan, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana perpajakan, tidak sedang dalam peradilan ataupun menjalani hukuman pidana perpajakan.
Pemerintah masih enggan mengkonfirmasi isi dari draf RUU KUP ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor meminta Katadata.co.id untuk menunggu pembahasan antara pemerintah dan DPR. "DJP saat ini sedang membahas dengan DPR. Nanti akan kami informasikan," ujarnya kepada Katadata.co.id.
Staf Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Yustinus Prastowo mengatakan amnesti pajak pada prinsipnya memang tidak boleh diberikan terlalu sering. Program relaksasi atau fasilitas yang diberikan sebaiknya untuk mendorong kepatuhan sukarela.
"Ini yang dirancang Kementerian Keuangan saat ini. Pada intinya, kami ingin fokus pada bagaimana peningkatan kepatuhan sukarela dilakukan, bukan memberikan amnesti seperti 2016," ujar Yustius dalam Webinar Ekonomi Pulih Menuju Kebangkitan Nasional akhir pekan lalu.
Menurut dia, pemerintah perlu memfasilitas wajib pajak yang ingin patuh tetapi khawatir karena sanksi. Yang coba-coba tidak boleh difasilitasi karena kami punya instrumen yang efektif dan banyak dengan penegakan hukum yang terukur," katanya.