Penyaluran Kredit Konsumsi Membaik pada Mei Ditopang KPR
Bank Indonesia mencatat penyaluran kredit pada Mei 2021 masih terkontraksi 1,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelum menjadi Rp 5.512,2 triliun. Namun, penyaluran kredit konsumsi tumbuh membaik terutama ditopang oleh penyaluran KPR.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, kredit korporasi minus 4,6%, sedikit membaik dibadingkan bulan sebelumnya yang minus 5,6%. "Sementara itu, kredit kepada debitur perorangan tumbuh meningkat dari 2,5% menjadi 3,4%," kata Erwin dalam keterangan resminya, Selasa (22/6).
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi masih terkontraksi masing-masing sebesar 1,9% dan 3,2%. Kontraksi pada KMK lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 3,8%, sedangkan kontraksi kredit investasi lebih dalam dibandingkan April yang mencapai 2,9%.
KMK sektor industri pengolahan pada Mei 2021 negatif 6,5%, membaik dibandingkan bulan sebelumnya 7,3%. Perbaikan terutama pada KMK industri pupuk di wilayah Jawa Timur dan Sumatera Utara.
Sementara itu, KMK sektor PHR meningkat 0,2%, berbalik arah dibandingkan pertumbuhan negatif April 2021 sebesar 1,3%. Ini terutama bersumber dari peningkatan realisasi KMK subsektor perdagangan beras di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Adapun kontraksi yang lebih dalam pada KI disebabkan oleh penurunan kredit pada sektor PHR serta sektor pengangkutan dan komunikasi. KI sektor PHR terkontraksi 5,5%, lebih dalam dibandingkan kontraksi bulan sebelumnya 5,2%. Sedangkan kontraksi KI sektor pengangkutan dan komunikasi pada Mei membaik dari 11,6% menjadi 9,2%, khususnya ditopang subsektor jaringan telekomunikasi.
Di sisi lain, pertumbuhan kredit konsumsi membaik dari 0,3% pada bulan April 2021 menjadi 1,3%. Kredit konsumsi didorong perbaikan pada penyaluran KPR dan kredit multiguna. Pertumbuhan KPR/KPA meningkat dari 5,5% menjadi 6,2%, terutama didorong oleh peningkatan KPR tipe 22-70.
Penyaluran kredit sektor properti secara keseluruhan pada Mei 2021 tumbuh 4,4%, sedikit melambat dibandingkan April 2021 4,5%, terutama pada kredit konstruksi dan kredit real estate. Kredit real estate tercatat tumbuh negatif 0,4%, berbalik arah dari pertumbuhan positif 0,2% pada April 2021 terutama pada real estate gedung perbelanjaan di Sulawesi Utara dan Lampung.
Sementara itu, kredit konstruksi melambat dari 5,1% menjadi 4,2% pada Mei 2021, terutama pada kredit untuk bangunan jalan tol di Jawa Tengah dan Banten. Di sisi lain
Sektor properti mendapat bank dukungan dari pemerintah dan BI. Pemerintah memberikan insentif pembebasan PPN atas penjualan rumah baru ready stock dengan nilai hingga Rp 2 miliar dan diskon PPN 50% untuk rumah dengan harga Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar. Sementara BI mengeluarkan kebijakan pelonggaran LTV hingga 100% sehingga memungkinkan bank menyalurkan KPR kepada nasabah tertentu dengan uang muka 0%.
BI juga mencatat pertumbuhan positif terjadi pada penyaluran kredit kepada UMKM pada Mei 2021 sebesar 0,5% (yoy), membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi 0,5%. Perkembangan tersebut sejalan dengan peningkatan kredit skala usaha kecil dan menengah, di tengah kinerja kredit skala mikro yang tumbuh stabil.
Kredit usaha kecil dan menengah menunjukkan peningkatan masing-masing 13,1% dan 8,5%, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 10,4% dan 8,3%. Namun, kredit mikro masih terkontraksi 27,2%, relatif sama dengan kontraksi bulan sebelumnya.
BI turut mencatat berlanjutnya tren penurunan suku bunga simpanan dan pinjaman pada Mei 2021 seiring tren penurunan suku bunga acuan. Rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka menurun pada seluruh jenis tenor.
Suku bunga simpanan berjangka tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 dan 24 bulan menurun, dari masing masing 3,65%, 3,84%, 4,36%, 4,92%, dan 5,86% pada April 2021 menjadi 3,57%, 3,75%, 4,26%, 4,78%, dan 5,82% pada Mei 2021. Sementara itu, rata-rata tertimbang suku bunga kredit sebesar 9,50%, turun 4 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya.
Perbaikan kinerja perbankan tak hanya tercermin dari kontraksi kredit yang mengecil. Otoritas Jasa Keuangan juga mencatat, restrukturisasi kredit dan pembiayaan perbankan pada April 2021 mencapai Rp 775,32 triliun, turun dibandingkan pada awal pandemi Rp 900 triliun. Lembaga pengawas perbankan ini menilai penurunan angka kredit yang direstrukturisasi menunjukkan kondisi sudah mulai normal.
"Artinya sudah menjadi normal meski tidak semuanya," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (14/6).
Secara perinci, sebanyak Rp 299,15 triliun kepada 3,71 juta debitur UMKM dan Rp 476,16 triliun kepada 1,58 juta debitur non UMKM. Menurut Wimboh, masih terdapat beberapa sektor yang masih memiliki beban berat terutama yang bergantung pada mobilitas. Salah satunya, sektor pariwisata yang masih terus turun seiring menurunnya turis asing.