Ekonomi Bali dan Papua Barat Masih Minus Tahun Lalu, Apa Penyebabnya?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun lalu mencapai 3,69%. Namun, ekonomi Bali dan Papua Barat masih mencatatkan kontraksi masing-masing mencapai 2,47% dan 0,76%.
Kontraksi ekonomi yang dialami Bali sebetulnya masih lebih baik dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 9,33%. Sektor usaha penyediaan akomodasi dan makan minum (mamin) yang menyumbang hampir seperlima ekonomi Bali masih mengalami kontraksi dalam.
"Sepanjang tahun 2021 tercatat tiga pertumbuhan terendah terjadi pada kategori lapangan usaha transportasi dan pergudangan 17,50% selanjutnya penyediaan akomodasi dan mamin yang masih terkontraksi 10,2% serta pengadaan listrik dan gas 5,08%," kata Kepala BPS Bali Hanif Yahya dalam konferensi pers secara daring, Senin (7/2).
Bali bukan satu-satunya provinsi yang masih mengalami kontraksi ekonomi. Papua Barat juga mencatat kontraksi 0,51% pada tahun lalu. Namun, kontraksi ini juga masih lebih baik dibandingkan kontraksi 0,76% pada tahun 2020.
Berdasarkan data BPS Papua Barat, sumber kontraksi tertinggi ekonomi wilayah ini berasal dari ekspor sebesar 3,43 persen. Sementara konsumsi rumah tangga mencatatkan pertumbuhan positif 0,77%. Data BPS, struktur ekonomi Papua Barat tahun 2021 menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku didominasi oleh ekspor sebesar 36,61%; diikuti oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga 30,81%, dan komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 22,21%.
Meski demikian, pertumbuhan ekonomi wilayah Bali dan Nusa Tenggara secara kumulatif masih berhasil positif. Ini terutama tertolong oleh perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berhasil tumbuh positif sekalipun di bawah rata-rata nasional.
Hal serupa juga terjadi pada pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia, yakni Maluku dan Papua. Sekalipun Papua Barat terkontraksi, kawasan yang terdiri atas empat provinsi tertimur ini mencatat pertumbuhan ekonomi secara kumulatif 10,09%. Kawasan ini bahkan mencatat pertumbuhan ekonomi paling signifikan dibandingkan lima kawasan Indonesia lainnya, termasuk Jawa.
Pertumbuhan yang kuat juga khususnya di Provinsi Papua karena adanya peningkatan aktivitas pertambangan bij logam, khususnya produksi tembaga dan emas. Selain itu, faktor pendorongnya juga karena peningkatan aktivitas konstruksi untuk menunjang pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Provinsi Papua.
Meski demikian, perekonomian Maluku dan Papua ini hanya berkontribusi 2,49% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) harga berlaku RI tahun 2021 sebesar Rp 16.970,8 triliun. Hal ini karena secara spasial, perekonomian RI masih terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera yang menyumbang hampir 80% dari perekonomian tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa sebesar 3,66% pada tahun lalu, dengan kontribusi 57,89% terhadap PDB nasional. Disusul oleh Sumatera yang tumbuh 3,18% dengan kontribusi 21,7% terhadap ekonomi nasional.
Sementara, pertumbuhan ekonomi di Kalimantan juga sebesar 3,1% dengan kontribusi 8,25% ke ekonomi nasional. Perekonomian Sulawesi berhasil melampaui rata-rata nasional dengan pertumbuhan 5,67% dan kontribusi 6,89%. Sementara Bali dan Nusa Tenggara dengan pertumbuhan 0,07% mencatat kontribusi 2,78%.