RI Cetak Surplus Ganda Neraca Pembayaran dan Transaksi Berjalan 2021
Bank Indonesia (BI) melaporkan neraca transaksi berjalan berhasil mencetak surplus pada tahun lalu sebesar US$ 3,3 miliar atau setara Rp 47 triliun menggunakan kurs JISDOR akhir tahun lalu. Ini merupakan surplus pertama setelah mencatatkan defisit beruntun selama sembilan tahun terakhir.
Berdasarkan data BI, surplus pada transaksi berjalan mendorong surplus neraca pembayaran Indonesia (NP) mencapai US$ 13,5 miliar. Surplus NPI pada tahun lalu lebih tinggi dibandingkan surplus US$ 2,6 miliar pada tahun 2020, bahkan tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Surplus neraca transaksi berjalan terutama terjadi pada sepanjang paruh kedua tahun lalu. Pada kuartal ketiga saja, surplus transaksi berjalan mencapai US$ 4,9 miliar. Padahal, transaksi berjalan masih mencatatkan defisit pada dua kuartal sebelumnya mendekati US$ 2 miliar. Kinerja positif masih berlanjut memasuki kuartal terakhir sekalipun menyusut dengan surplus US$ 1,4 miliar.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, transaksi berjalan pada 2021 yang membukukan surplus setelah defisit pada 2020 sebesar US$ 4,4 miliar tak lepas dari kinerja ekspor yang meningkat.
"Pesatnya kinerja ekspor sejalan dengan meningkatnya permintaan dari negara mitra dagang dan tingginya harga komoditas global, di tengah impor yang juga meningkat seiring perbaikan ekonomi domestik," kata Erwin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/2).
BI mencatat neraca barang dari aktivitas ekspor-impor mencapai US$ 43,8 miliar. Di sisi lain, neraca jasa dan pendapatan primer mencatat kenaikan defisit. Defisit neraca perdagangan jasa pada tahun lalu meningkat 51,5% menjadi US$ 14,8 miliar dari US$ 9,8 miliar pada tahun 2020. Penyebabnya karena surplus jasa perjalanan yang turun signifikan sebesar 95,4%.
"Ini sejalan dengan jumlah wisman dan wisnas yang turun signifikan sebagai dampak dari kebijakan pembatasan mobilitas antar negara untuk mencegah penyebaran Covid-19," kata Erwin.
Neraca pendapatan primer mencatat defisit US$ 32 miliar pada tahun lalu, naik dari tahun sebelumnya US$ 28,9 miliar. Peningkatan defisit terutama karena peningkatan pembayaran imbal hasil atas investasi langsung kepada investor asing di sektor migas dan nonmigas.
Sementara neraca pendapatan sekunder mencatat peningkatan surplus dari US$ 5,9 miliar menjadi US$ 6,3 miliar pada tahun lalu. Peningkatan surplus didorong realisasi penerimaan hibah yang diterima pemerintah terkait bantuan Covid-19.
Selain surplus neraca transaksi berjalan, surplus besar pada neraca pembayaran juga ditopang neraca transaksi modal dan finansial. Neraca transaksi modal dan finansial pada 2021 juga membukukan surplus US$ 11,7 miliar, lebih tinggi dari capaian pada tahun sebelumnya sebesar US$ 7,9 miliar terutama ditopang oleh investasi langsung dan investasi portofolio.
Proyeksi 2022
BI memperkirakan NPI tahun ini masih akan terjaga sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal. Hal ini ditopang oleh pemulihan ekonomi global meski masih dibayangi sejumlah risiko. Sementra ekonomi domestik juga tetap terjaga meski ada lonjakan Omicron di awal tahun.
"Defisit transaksi berjalan tahun 2022 diperkirakan tetap rendah dalam kisaran 1,1%-1,9% dari PDB," tulis BI.
Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial juga diperkirakan tetap surplus, terutama dalam bentuk penanaman modal asing (PMA). Ini sejalan dengan membaiknya iklim investasi di dalam negeri.