Faisal Basri Jawab Jokowi, Bongkar Data soal Hilirisasi Untungkan Cina

Agustiyanti
12 Agustus 2023, 14:19
faisal basri, hilirisasi
Katadata
Ekonom Faisal Basri memaparkan sejumlah data yang membantah sanggahan Jokowi atas kritik terhadap kebijakan hilirisasi.

Presiden Joko Widodo membantah kritik ekonom senior Faisal Basri yang menyebut kebijakan hilirisasi pemerintah lebih menguntungkan Cina. Faisal Basri pun menjawab bantahan Jokowi dengan membeberkan sejumlah data pendukung yang memperkuat kritiknya terhadap kebijakan hilirisasi.

Faisal Basri memaparkan sejumlah data yang membantah sanggahan Jokowi atas kritik terhadap kebijakan hilirisasi. Menurut dia, angka-angka yang disampaikan Jokowi tidak jelas sumber dan hitung-hitungannya.

"Presiden hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh Cina," ujar Faisal Basri dalam situs resminya, dikutip Sabtu (12/8). 

Presiden Joko Widodo sempat menyebut hilirisasi mendongkrak setoran komoditas nikel ke kas negara dari Rp 17 triliun sebelum adanya kebijakan tersebut menjadi Rp 510 triliun pada 2022. 

Menjawab pernyataan Jokowi, Faisal Basri mengutip data ekspor BPS pada 2014 dan 2022. Ia menyebut, ekspor nikel memang melonjak dengan capaian yang fantastis. Ekspor nikel pada 2014 hanya mencapai Rp 1 triliun yang didapat dari perhitungan ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama yaitu Rp11,865 per US$. Sementara pada 2022,  nilai ekspornya mencapai Rp 413,9 triliun dengan nilai ekspor mencapai US$27,8 miliar dan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per dolar AS.

Namun, ia mempertanyakan uang hasil ekspor tersebut, apakah benar mengalir ke Indonesia?

Menurut dia,  hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100% dimiliki oleh Cina dan Indonesia menganut rezim devisa bebas. Dengan demikian, adalah hak perusahaan Cina untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.

Faisal menjelaskan, ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya. Ini berbeda dengan ekspor sawit dan turunannya yang dikenakan pajak ekspor atau bea keluar plus pungutan berupa bea sawit. "Jadi penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar," kata Faisal.

Menurut Faisal, pajak dari keuntungan perusahaan smelter nikel pun saat ini masih nihil, berbeda dengan perusahaan pengolahan sawit. Ini karena perusahaan smelter nikel bebas pajak keuntungan badan karena menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih.

"Jadi, nihil pula penerimaan pemerintah dari laba luar biasa yang dinikmati perusahaan smelter nikel. Perusahan-perusahaan smelter China menikmati “karpet merah” karena dianugerahi status proyek strategis nasional," kata dia.

Lantas bagaimana dengan royalti?

Menurut Fiasal, perusahaan-perusahaan smelter Cina tersebut tidak membayar royalti.  Royalti dibayarkan oleh perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional. "Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor," kata Faisal.

Faisal menekankan bahwa ia  mendukung sepenuhnya industrialisasi, tetapi menolak mentah-mentah kebijakan hilirisasi nikel yang ada saat ini.  Ia menyebut kebijakan hilirisasi diterapkan ugal-ugalan dan sangat sedikit meningkatkan nilai tambah nasional. Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi saat ini hampir seluruhnya justru  dinikmati oleh China dan mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia.

"Kebijakan hilirisasi nikel sudah berlangsung hampir satu dasawarsa. Namun, justru peranan sektor industri manufaktur terus menurun, dari 21.1% pada 2014 menjadi hanya 18,3% tahun 2022, titik terendah sejak 33 tahun terakhir," kata dia. 

Keberadaan smelter nikel, menurut dia, jugg tidak memperdalam struktur industri nasional. "Jangan membayangkan produk smelter dalam bentuk besi dan baja yang langsung bisa dipakai untuk industri otomotif, pesawat terbang, kapal, bahkan untuk industri peralatan rumah tangga seperti panci, sendok, garpu, dan pisau sekalipun," ujarnya. 

Untung Besar Hilirisasi Diraup Cina 

Menurut Faisal, tak ada yang meragukan bahwa smelter nikel menciptakan nilai tambah tinggi. Namun, keuntungan paling besar diraup Cina. Menurut Faisal, nilai tambah yang mengalir ke perekonomian nasional tak lebih dari sekitar 10%.

Berikut hitung-hitungan dan penjabaran Faisal:

Nilai tambah smelter = produk smelter – bijih nikel.

Nilai tambah dinikmati pengusaha berupa laba, pemodal dalam bentuk bunga, pekerja dalam bentuk upah, pemilik lahan dalam bentuk sewa. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...