Izin hingga Modal, Batu Sandungan UMKM untuk Naik Kelas saat Pandemi
Berbagai tantangan dihadapi oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) selama pandemi Covid-19. Ketua Bidang UMKM/IKM Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ronald Walla mengatakan, ada sejumlah usaha kecil yang harus menutup usahanya karena tiga tantangan.
Pertama adalah perizinan. Ronald mengatakan izin yang rumit mengakibatkan potensi pungutan liar. Kemudian saat pandemi, ada pihak yang mencari peluang dengan melakukan pungutan liar lantaran pendapatannya menurun.
"Akibatnya, bisnis pengusaha yang naik, kemudian kena pungli, akhirnya mereka harus tutup usaha lagi. Ini perlu secepatnya ditangani," kata Ronald dalam Seminar Publik Daring "Bangun UMKM di Tengah Multikrisis" yang diselenggarakan Katadata.co.id bersama Universitas Prasetiya Mulya, Kamis (15/10).
Masalah utama ini didapatkan Apindo dari pendampingan online UMKM yang dilakukan setiap pekan. Total mereka telah mendapatkan 2.000 sampai 3.000 isu dan keluhan. "Yang kedua itu adalah pemasaran, sedangkan ketiga adalah pendanaan," kata Ronald.
Tumbangnya pelaku usaha mikro juga terjadi pada platform digital. Makanya Chief Executive Officer (CEO) Tokopedia William Tanuwijaya mengatakan, salah satu harapan terbesar Tokopedia saat ini ialah menjaga UMKM untuk tetap bertahan.
Dia mengatakan dari 9,2 juta pelapak, sebanyak 86% merupakan pengusaha baru. Sedangkan 97% di antaranya merupakan ultra mikro. Menurutnya, banyak pengusaha ultra mikro tersebut yang tumbang selama pandemi Covid-19.
"Banyak yang tidak bisa naik kelas dan banyak yang tumbang khususnya pada masa Covid-19," ujar dia. Namun, ia mengatakan belum ada angka pasti terkait jumlah UMKM yang menutup usahanya.
Meski begitu, William yakin transformasi digital dan pelapak UKM akan terus bertambah sebagai dampak Covid-19. Apalagi akan ada perubahan yang menurutnya bersifat permanen. "Momentum ini bisa dimanfaatkan," katanya.
Rektor Universitas Prasetiya Mulya Prof Djisman Simandjuntak mengatakan beberapa langkah perlu diambil pemerintah demi membangkitkan UMKM. Pertama menyiapkan institusi keuangan seperti bank yang khusus memberikan pinjaman kepada usaha kecil.
Kedua, transfromasi pendidikan tinggi sebagai inkubator UMKM. Djisman mengatakan 2,5 juta angkatan kerja baru yang hadir perlu diarahkan menjadi pengusaha. "Perlu kebijakan yang kredibel, good governance. Hanya dengan itu UMKM bisa berhadapan dengan usaha bear," kata Djisman.
Menteri Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Teten Masduki mengakui, persaingan antar pelaku usaha semakin ketat saat pandemi. Ia menyebutkan, saat ini 25 dari 100 rumah memiliki usaha warung. "Kalau ini terus ditambah, pendapatan mereka semakin turun karena persaingan makin tinggi," kata Teten.
Menurutnya, sektor UMKM harus memikul beban penciptaan lapangan kerja selama pandemi meski belum mengalami pertumbuhan signifikan. Di sisi lain, produk usaha kecil juga harus bersaing dengan produk industri manufaktur yang lebih murah dari negara tetangga, seperti Tiongkok.
Dia juga mengatakan ada ketidakpastian usaha yang dialami pelaku usaha, seperti adanya birokrasi yang rumit hingga perizinan yang panjang. Hal ini akan menciptakan ketidakpastian usaha serta meningkatkan biaya ekonomi.
Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah ialah dengan meningkatkan transformasi ekonomi. Caranya dengan mendorong akses pasar lebih luas, akses pembiayaan yang lebih mudah, dan mendorong investasi.
"Jadi bagaimana yang kecil ini bisa berkelompok dalam skala bisnis dan terhubung dengan mitra besar sehingga produknya terserap pasar," katanya.
Teten mencatat, jumlah UMKM yang telah terhubung ke platform digital sebanyak 10,25 juta pengusaha atau 16% dari total pelaku UMKM.
Guna meningkatkan angka tersebut, ia akan melakukan pendampingan terhadap UMKM yang memiliki potensi untuk naik kelas. Selain itu, pemerintah juga akan membangun inkubator bisnis di berbagai kampus. "Ada potensi yang bisa dikembangkan agar sektor usaha lebih inovatif," ujar dia.