Khawatir Komersialisasi, Buruh Minta Vaksin Gotong Royong Digratiskan
Vaksinasi Covid-19 mandiri atau Gotong Royong tengah digelar untuk karyawan dan keluarga karyawan perusahaan. Namun, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak komersialisasi vaksin tersebut serta meminta pemberian vaksin gratis untuk buruh.
Sebagaimana diketahui, program vaksinasi Gotong Royong menggunakan vaksin berbayar. Biaya vaksin akan ditanggung oleh perusahaan tanpa dilakukan pemungutan biaya atau pemotongan gaji kepada karyawan.
"Program vaksinisasi berbayar yang dikenal dengan nama vaksin Gotong Royong, sekalipun biaya vaksinasi dibayar oleh pengusaha, dikhawatirkan akan terjadi komersialisasi vaksin," kata Presiden KSPI Said Iqbal seperti dikutip dari keterangan pers, Jumat (21/5).
Di sisi lain, kemampuan keuangan setiap perusahaan dinilai berbeda. Ia memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10% dari total perusahaan di Indonesia. Ini artinya, hanya 20% dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu membayar vaksin gotong rotong tersebut.
Oleh sebab itu Said menyarankan pemerintah untuk menaikkan nilai pajak badan perusahaan (PPH 25). Tujuannya, menambah dana vaksinasi untuk buruh dari 5% anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Terlebih, perusahaan masih menghadapi risiko ledakan pemutusan hubungan kerja, pengurangan upah buruh, dan resesi ekonomi. Oleh karenanya, biaya vaksin Gotong Royong diperkirakan memberatkan perusahaan.
“Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksin gotong royong," ujar dia.
Menurutnya, setiap transaksi jual beli dalam proses ekonomi berpotensi menyebabkan terjadinya komersialisasi oleh produsen dan pemerintah sebagai pembuat regulasi. Said mengkhawatirkan, buruh akan membayar vaksin ke depannya.
Kondisi tersebut telah terjadi pada program tes Covid-19. Awalnya, pemerintah menggratiskan tes cepat (rapid test). Namun, belakangan rapid test tersebut kemudian dikenakan harga yang memberatkan buruh.
Said juga mengatakan hal serupa terjadi di perusahaan. Awalnya, pengusaha menggratiskan rapid test bagi buruh di tempat kerja masing-masing, namun setelahnya ada buruh yang harus menanggung biaya tes secara mandiri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, jumlah buruh formal sekitar 56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang. Dengan demikian, total jumlah buruh di Indonesia sekitar 130 juta orang.
Sebagaimana diketahui, harga vaksin gotong royong buatan Sinopharm ditetapkan Rp 321.660 per dosis. Sementara, tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis. Jika dijumlahkan total harga sekali penyuntikan Rp 439.570 atau berkisar Rp 800 ribu untuk 2 kali penyuntikan.
Said pun memperhitungkan, total dana yang diperlukan untuk vaksinasi seluruh buruh untuk dua kali dosis ialah Rp 104 triliun. Angka itu diperoleh dengan mengalikan Rp 800 ribu dengan total 130 juta buruh. “Intinya, KSPI mengharapkan kepada pemerintah agar pemberian vaksin untuk buruh digratiskan,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani akhir tahun lalu juga menyatakan tidak semua pengusaha mampu membeli vaksin virus corona untuk pekerjanya. Oleh karenanya, ia berharap pemerintah dapat memberikan vaksin Covid-19 gratis kepada seluruh masyarakat, termasuk pekerja.
Menurutnya, sejumlah perusahaan mampu membeli vaksin Covid-19 untuk pekerjanya. Di sisi lain, ada juga perusahaan yang terpukul akibat pandemi Covid-19 sehingga tidak bisa menanggung biaya vaksin untuk karyawan.
"Itu harus menjadi tanggung jawab negara. Ini masalah keselamatan jiwa ya," kata Hariyadi dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Selasa (15/12).
Namun Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berjanji tidak akan mengomersialkan program tersebut. Erick menyatakan BUMN akan berusaha transparan terhadap program vaksinasi mandiri.
Meski demikian ia tak memberikan penjelasan ketika ditanya terkait distribusi dan penggunaan keuntungan vaksinasi Gotong Royong. Sebagaimana diketahui, pemerintah memasukkan komponen biaya margin atau keuntungan dalam harga vaksinasi Gotong Royong.
"Kami tidak berpikir komersialisasi vaksin. Tapi realita yang harus kami hadapi memang vaksin (Gotong Royong) harus dibeli, bukan vaksin secara gratis," kata Erick di Senayan Park Mall, Jakarta, Rabu (19/5).
Sedangkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengingatkan perusahaan agar tidak memotong gaji pekerja yang mengikuti vaksinasi Gotong Royong. Ini lantaran vaksin tersebut diberikan tanpa pungutan biaya kepada penerimanya.
“Saya kembali ingatkan bahwa program ini dilakukan tanpa biaya sedikitpun, perusahaan yang ikut dilarang memotong gaji karyawan,” kata Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito, Kamis (20/5).