Kartu Vaksin & PCR Tak Berlaku Bagi Perjalanan dalam Jabodetabek
Pelaku perjalanan antar daerah di Jawa dan Bali diwajibkan untuk melakukan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dan menyertakan kartu vaksin selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat. Namun, hal ini dikecualikan bagi pelaku perjalanan dalam aglomerasi seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Hal tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2021. Instruksi itu ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada 2 Juli dan berlaku pada 3-20 Juli 2021.
Inmendagri itu mengatur pelaku perjalanan domestik yang mengggunakan mobil pribadi, sepeda motor dan transportasi pesawat udara, bis, kapal laut, dan kereta api harus menunjukkan kartu vaksin, minimal vaksinasi dosis pertama. Selain itu, pelaku perjalanan menunjukkan PCR H-2 untuk pesawat udara serta Antigen H-1 untuk mobil pribadi, sepeda motor, bis, kereta api dan kapal laut.
"Ketentuan sebagaimana dimaksud hanya berlaku untuk kedatangan dan keberangkatan dari dan ke Jawa dan Bali serta tidak berlaku untuk transportasi dalam wilayah aglomerasi," demikian tertulis dalam instruksi Ketiga poin l, dikutip Jumat (7/2).
Selain itu, kewajiban kartu vaksin tidak berlaku bagi sopir kendaraan logistik dan transportasi barang lainnya. Meski begitu, pemerintah menginstruksikan tetap memakai masker dengan benar dan konsisten saat melaksanakan kegiatan di luar rumah serta tidak diizinkan penggunaan face shield tanpa menggunakan masker.
Adapun, pelanggar aturan tersebut dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, serta ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Sebelumnya, Tito mengatakan, sanksi pidana bagi pelanggar PPKM darurat mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 212 KUHP mengancam siapapun yang melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah dengan pidana paling lama satu tahun empat bulan penjara.
Sementara, sanksi pidana empat bulan bui dalam Pasal 218 KUHP menanti kerumunan warga yang tidak juga bubar meski diperintahkan bubar sebanyak tiga kali oleh aparat. "Misalnya diminta berhenti, tidak meneruskan perjalanan karena sudah diatur, ada Pasal 212 sampai 218 KUHP," kata Tito dalam konferensi pers virtual, Kamis (7/1).
Kemudian, Tito juga menyiapkan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan bagi para pelanggar protokol. Aturan itu mengancam masyarakat yang melanggar kekarantinaan kesehatan sehingga dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan atau denda paling banyak Rp 100 juta.