Jokowi: Indonesia Harus Jadi Poros Maritim Dunia, Jangan Hanya Jargon
Presiden Joko Widodo menilai Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar seharusnya bisa menjadi poros maritim dunia. Oleh sebab itu ia meminta semua pihak bekerja keras untuk mencapai status tersebut.
Jokowi mengatakan sudah semestinya Indonesia memperkuat ekonomi biru sebagai identitas bangsa maritim. Bahkan dia meminta hal tersebut tak hanya menjadi jargon, tapi juga dicapai dengan kerja.
"Bukan saja melalui jargon-jargon kemaritiman tapi melalui kerja nyata di berbagai bidang," kata Jokowi dalam peringatan Hari Maritim Nasional ke-57, Kamis (23/9).
Salah satunya, Indonesia harus bekerja keras untuk meningkatkan konektivitas dan keamanan laut. Apalagi RI memiliki 17 ribu pulau dengan panjang garis pantai lebih dari 108 ribu kilometer.
"Ini untuk melindungi kepentingan rakyat dan kepentingan nasional kita," ujar dia.
Kepala Negara juga meminta seluruh pihak untuk memberdayakan potensi maritim untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih merata serta meningkatkan nilai tambah. Kemudian, potensi tersebut diharapkan dapat mempersatukan Indonesia.
Untuk itu, pemerintah berupaya meningkatkan konektivitas ribuan pulau melalui tol laut. Upaya ini untuk mempermudah mobilitas barang dan orang antar pulau dalam rangka menjamin pelayanan masyarakat yang lebih baik. "Dan meningkatkan nilai tambah ekonomi lokal," kata dia.
Tak hanya itu, masyarakat pesisir pantai juga memiliki potensi perekonomian yang tinggi, contohnya bidang pangan laut dan pariwisata maritim. Kemudian, kawasan pantai juga memiliki potensi industri obat berbasis kekayaan nabati laut.
Oleh sebab itu ilmu pengetahuan dan teknologi diperlukan demi mendukung pertumbuhan industri perkapalan dalam negeri. "Kita harus menjadi menjadi raja di laut kita," kata Mantan Wali Kota Solo itu.
Mengutip dari Antara, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menilai kebijakan sektor kemaritiman di tingkat pusat dan daerah harus selaras agar kebijakan poros maritim dunia bisa berjalan efektif.
"Sebab konflik kebijakan antara pusat dan daerah masih kerap terjadi," kata dia saat ditanya mengenai evaluasi poros maritim dunia, Senin (20/9).
Ia menilai, adanya konflik tersebut menunjukkan ketidaksamaan visi dalam pembangunan kemaritiman di berbagai elemen bangsa. Padahal, semestinya pembangunan kemaritiman fokus pada upaya untuk memajukan kesejahteraan rakyat, khususnya untuk masyarakat pesisir di Tanah Air.
Contoh dari ketidaksamaan visi ialah penanganan konflik cantrang yang masih digunakana oleh sejumlah oknum nelayan.
"Kemudian penerbitan UU Cipta Kerja yang menghapus dan atau meminimalisasi kewenangan pemda dalam pengelolaan perikanan," ujar dia.