Pemerintah Gelar Rapat Soal Tes PCR, Tarif Segera Turun?
Presiden Joko Widodo telah meminta harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) turun menjadi Rp 300 ribu. Pemerintah juga menggelar rapat gabungan pada Selasa (26/10) untuk menindaklanjuti perintah Kepala Negara.
Berdasarkan informasi yang diterima Katadata.co.id, rapat gabungan tersebut dijadwalkan mulai pada pukul 10.00 WIB. Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengonfirmasikan kabar tersebut.
"Iya, ada rapat terkait di tingkat Eselon I. Seuai arahan Presiden (terkait penurunan tarif PCR)," kata Jodi saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (26/10).
Saat ini, tarif tertinggi tes PCR di Pulau Jawa dan Bali sebesar Rp 495 ribu, sementara luar Jawa dan Bali sebesar Rp 525 ribu. Namun, Jodi belum menjelaskan hasil dari rapat tersebut.
Sementara, Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi enggan mengatakan kapan penurunan tarif tes PCR akan berlaku. Dia mengatakan tarif masih dikaji bersama dengan Satgas Penanganan Covid-19, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perhubungan.
Kemudian, pemerintah juga berkonsultasi dengan organisasi profesi, pihak laboratorium, distributor, dan auditor pemerintah. "Setelah final akan disampaikan. Ditunggu saja ya," ujar dia.
Sebagaimana diketahui, Jokowi memutuskan untuk menurunkan harga PCR menjadi Rp 300 ribu. Presiden juga meminta durasi pemberlakuan hasil tes bagi penumpang pesawat ditambah dari 2x24 jam menjadi 3x24 jam. Dengan demikian, penumpang perjalanan dapat mengambil tes PCR pada H-3 sebelum keberangkatan.
"Arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers virtual, Senin (25/10).
Luhut mengatakan, pemerintah mendapatkan banyak masukan dan kritik terkait kebijakan PCR. Apalagi pengetatan persyaratan perjalanan dilakukan di tengah penurunan level PPKM dan melandainya kasus Covid-19.
Ia menjelaskan, kebijakan PCR berlaku lantaran adanya risiko penularan yang semakin meningkat. Sebab, mobilitas penduduk meningkat pesat dalam beberapa minggu terakhir.
Pemerintah juga berkaca dari pelonggaran aktivitas di sejumlah negara, seperti Inggris, Belanda, Singapura, dan beberapa negara Eropa lain. Di negara tersebut, relaksasi aktivitas dan pelonggaran protokol kesehatan menyebabkan kenaikan kasus corona, meskipun capaian vaksinasi negara tersebut lebih tinggi dari Indonesia.
"Kita sudah cukup pengalaman menghadapi ini. Jangan kita emosional menanggapi apa yang kami lakukan ini," ujar Luhut.