Australia Laporkan Rekor Kasus Covid-19 di Tengah Penularan Omicron
Kasus Covid-19 di Australia semakin mengganas dan mencapai rekor 10.269 pasien baru pada Senin (27/12). Lonjakan corona itu juga terjadi bersamaan dengan masuknya varian Omicron ke Negeri Kangguru.
Sebelumnya, otoritas Australia telah melaporkan satu pasien yang terinfeksi varian baru tersebut meninggal dunia. Di sisi lain, penularan terjadi di tengah perdebatan para pemimpin negara bagian untuk membuka perbatasan antar wilayah.
Dikutip dari Antara, varian Omicron mulai menyebar ketika Australia memulai rencana pembukaan kegiatan ekonomi secara permanen. Sebelumnya mereka memberlakukan buka tutup aktivitas selama hampir dua tahun untuk mencegah penularan corona.
Dengan kenaikan kasus, para pimpinan negara bagian mulai melakukan pencegahan seperti kewajiban masker serta melaporkan diri dengan pemindaian dengan kode QR di fasilitas umum.
Lonjakan kasus juga mengakibatkan ribuan pekerja sektor perhotelan, penerbangan, dan hiburan melakukan isolasi. Akibatnya restoran terpaksa ditutup, penerbangan ditunda, serta pertunjukan teater dibatalkan.
Kenaikan kasus juga memicu kekacauan politik dalam negeri lantaran beberapa negara bagian menolak relaksasi perbatasan antar wilayah. Negara Bagian New South Wales yang berpenduduk 25 juta mendesak tetangganya yakni Queensland untuk mengganti kewajiban tes di lokasi keberangkatan dengan tes cepat antigen di titik kedatangan.
Menteri Kesehatan New South wales Brad Hazzard mengatakan seperempat tes kesehatan di wilayahnya adalah tes bagi turis untuk orang tanpa gejala. Hal tersebut membawa tekanan kepada sistem kesehatan lokal.
Bahkan, dalam satu kasus, sebuah klinik di Sydney mengirimkan hasil tes negatif kepada 400 orang yang positif corona. “Kesalahan saat orang berada dalam tekanan lebih sering terjadi,” kata Hazzard.
AS Pangkas Isolasi
Sedangkan Amerika Serikat mengubah kebijakan isolasi pasien Covid-19 seiring perkembangan Omicron. Mereka memangkas waktu isolasi kasus corona tanpa gejala dari 10 menjadi lima hari.
Perubahan kebijakan ini lantaran mayoritas penularan SARS-CoV-2 terjadi pada awal penyakit, umumnya dalam 1-2 hari sebelum timbulnya gejala dan 2-3 hari setelahnya.
"Rekomendasi terbaru untuk isolasi menyeimbangkan apa yang kita ketahui tentang penyebaran virus dan perlindungan yang diberikan oleh vaksinasi dan dosis booster," kata Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) Rochelle Walensky dalam keterangan pers, dikutip dari Reuters, Selasa (28/12).
CDC juga merekomendasikan karantina lima hari bagi mereka yang terinfeksi namun belum divaksinasi atau sudah lebih dari enam bulan vaksinasi dari dosis mRNA kedua mereka. Ketentuan serupa juga berlaku bagi mereka yang telah menerima vaksin Johnson & Johnson lebihd ari dua bulan dan belum mendapatkan dosis booster.
CDC mengatakan, individu yang telah menerima suntikan booster tidak perlu dikarantina setelah terpapar. Namun, orang tersebut harus memakai masker selama 10 hari setelah terpapar virus.
Untuk seluruh individu yang terpapar, tes untuk SARS-CoV-2 perlu dilakukan pada hari ke-5 setelah terpapar. Jika gejala muncul, individu tersebut harus segera dikarantina sampai menunjukkan tes negatif.