Demokrat-PKS Ogah Maju, Bagaimana Kans Gugatan Presidential Threshold?
Partai oposisi menyatakan enggan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menurunkan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold hingga 0%. Meski demikian, mereka mendukung masyarakat sipil yang menggugat aturan tersebut.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera mengatakan sulit bagi PKS untuk melakukan permohonan uji materi atau Judicial Review ke MK lantaran termasuk pihak yang membahas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di ranah legislatif. Namun mereka mendorong siapapun yang ingin membawa aturan ini ke meja hakim konstitusi.
"Walau kami kalah dalam voting, tetap itu keputusan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)," ujar Mardani kepada Katadata.co.id pada Kamis (6/1).
Lebih lanjut, Mardani mengatakan sikap PKS tetap konsisten berjuang menurunkan presidential threshold hingga minimal 10% kursi atau maksimal 4% kursi. Namun mereka juga tetap mendukung agar ambang batas 0% dapat terwujud.
Begitu pula dengan Partai Demokrat yang menyatakan tidak akan mengajukan uji materi ke MK. Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra mengatakan status partai berlambang Mercy itu sebagai salah satu partai di parlemen tak mungkin secara hukum mengajukan uji materi.
"Tetapi, sejak di parlemen, Demokrat telah berjuang keras menolak ambang batas presiden 20 persen ini," ujar Zaky melalui keterangan tertulis dikutip pada Kamis (6/1).
Lebih lanjut, Zaky mengatakan rakyat seharusnya disuguhi banyak alternatif calon pemimpin dengan kualitas mumpuni. Terlebih lagi saat ini Indonesia tidak defisit stok calon presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti.
Zaky menyebut ketentuan presidential threshold yang saat ini berlaku sudah tidak relevan lantaran Pemilu 2024 akan dilakukan secara serentak. Sebagai informasi, Pasal 222 UU Pemilu berbunyi Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
"Alasan penguatan sistem presidensial yang dulu digunakan untuk mengadakan ambang batas presiden 20 persen, sudah gugur dengan sendirinya," ujar Zaky.