Polisi Umumkan 4 Tersangka Kasus ACT, Termasuk Ahyudin dan Ibnu Khajar
Polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penyelewengan dana oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT). Pendiri ACT Ahyudin serta Presiden Direktur yayasan tersebut, Ibnu Khajar jadi dua di antara para tersangka tersebut.
"Inisial tersangka A (Ahyudin) 56 tahun selaku Ketua Pembina ACT, IK (Ibnu Khajar) selaku pengurus Yayasan ACT, HH (Hariyana Hermain) sebagai anggota pembina, dan NIA (Novariadi Imam Akbari) selaku anggota pembina," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Komisaris Besar Pol. Halfi Assegaf di Jakarta, Senin (25/7) dikutip dari Antara.
Belum diketahui secara detail penyelewengan dana apa yang diduga dilakukan keempatnya. Namun tim penyidik dua pekan lalu menemukan bahwa dana corporate social responsibility (CSR) untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT-610 digunakan untuk keperluan internal ACT.
Diketahui dana pertanggung jawaban tersebut lebih dari Rp 2 miliar untuk masing-masing korban. Dari nilai tersebut, maka total dana yang diberikan pihak Boeing sekitar Rp 138 miliar. Namun, ACT tak memberitahukan pihak ahli waris korban mengenai realisasi jumlah dana CSR yang diterima.
Kuasa Hukum Ahyudin, Teuku Pupun Zulkifli membantah dugaan tersebut pada 11 Juli lalu. Menurut Pupun, dugaan yang melibatkan kliennya belum memiliki pembuktian yang cukup.
Adapun Kementerian Sosial telah mencabut izin pengumpulan sumbangan yayasan ACT pada rabu (6/7) lalu. Kemensos mencabut izin karena ACT terindikasi melanggar Peraturan Menteri Sosial (Permensos) 8 tahun 2021 tentang Pengumpulan Uang/Barang (PUB).
Sebelumnya, dalam laporan bertajuk "Kantong Bocor Dana Umat", Majalah Tempo menyebut bahwa para petinggi ACT diduga menyelewengkan donasi publik. Jajaran pimpinan diduga menggunakan dana lembaga untuk keperluan pribadi, seperti membeli rumah, perabotan, hingga transfer uang bernilai belasan miliar ke keluarganya.
Selain itu, para pimpinan ACT juga disebut-sebut menerima gaji sebesar Rp 250 juta disertai fasilitas mewah. Presiden ACT, Ibnu Khajar, menepis anggapan bahwa yayasan yang diketuainya menggaji pimpinan hingga Rp 250 juta. Dirinya mengaku tak mengetahui asal muasal data yang beredar tersebut.
“Data-data yang beredar tidak berlaku permanen. Kita tidak bisa jelaskan sebenarnya sumber data dari mana,” ujar Ibnu dalam Konferensi Pers di Kantor ACT, Senin (4/7).