Jokowi Berikan Gelar Pahlawan Nasional kepada 5 Tokoh, Ini Daftarnya
Presiden Joko Widodo akan memberikan gelar pahlawan nasional kepada lima orang pada Senin (7/11) mendatang. Gelar tersebut akan diberikan kepada tokoh-tokoh bangsa yang ikut berjuang mendirikan dan membangun negara.
Ketua Dewan Gelar dan Tanda-Tanda Kehormatan Mahfud MD mengatakan pemberian gelar tersebut telah berdasarkan usulan masyarakat dari seluruh provinsi. Adapun, penyeleksian akhir dilakukan oleh Jokowi di Istana Bogor hari ini, Kamis (3/11).
"Kami sarankan kepada daerah yang mempunyai usulan dan disetujui oleh pemerintah untuk segera menyiapkan diri untuk hadir melakukan penyambutan," kata Mahfud dalam konferensi pers virtual di Kompleks Istana Bogor, Kamis (3/11).
Mahfud mengatakan pemberian gelar Pahlawan Nasional tersebut diberikan dalam rangka memperingati Hari Pahlawan pada 10 November 2022. Akan tetapi, pemberian gelar akan dilakukan lebih cepat untuk menyesuaikan jadwal Kepala Negara.
Mahfud menjelaskan penentuan tokoh tersebut bermula pada usulan masyarakat yang ditangkap oleh Kementerian Sosial. Setelah itu, Kemensos melakukan seleksi mandiri terhadap usulan tersebut dan menyerahkan nama terbatas kepada Dewan Gelar dan Tanda-Tanda Kehormatan.
Dewan Gelar melakukan seleksi lebih lanjut dan menyerahkan nama calon kepada Presiden Jokowi. Pada akhirnya, Jokowi memilih lima nama dari lima provinsi, yakni Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Maluku Utara, dan Jawa Barat.
Kelima tokoh yang akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tersebut adalah:
1. Dr. dr. R.H. Soeharto Sastrosoeyoso
Soeharto ikut berjuang bersama Presiden Soekarno dalam rangka kemerdekaan sebagai dokter. Mahfud mencatat Soeharto ikut dalam beberapa pembangunan Monumen Nasional, Masjid Istiqlal, dan Rumah Sakit Jakarta.
Selain itu, Soeharto juga berperan menjadi salah seorang pendiri Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sebagai informasi, IDI berdiri pada 24 Oktober 1950.
2. KGPAA Paku Alam VIII
Mahfud mencatat aksi bersejarah yang dilakukan oleh Paku Alam VIII adalah mengintegrasikan Kerajaan Paku Alam dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada awal proklamasi kemerdekaan. Pernyataan tersebut dilakukan sehari setelah proklamasi dilakukan.
Mahfud menjelaskan ada dua daerah yang tidak masuk dalam klaim proklamasi yang dibacakan Presiden Soekarno saat itu, yakni Kerajaan Paku Alam dan Keratonan Yogyakarta. Kedua kerajaan tersebut awalnya merupakan otonomi khusus dari Kerajaan Belanda.
"Sehingga, ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta menyatakan kemerdekaan, sebenarnya secara yuridis Kerajaan Yogya dan Paku Alam tidak termasuk dalam apa yang diklaim sebagai Republik," kata Mahfud.
Buntut deklarasi yang dilakukan Paku Alam VIII, DI Yogyakarta menjadi Ibu Kota kedua Indonesia saat Agresi Belanda 1946. Selain itu, Paku Alam VIII menjadi Wakil Gubernur DI Yogyakarta saat Sri Sultan Hamengkubuwono IX bertolak ke Jakarta untuk memenuhi tugasnya sebagai menteri.
3. dr. Raden Dubini Natawisastra
Dokter Rubini merupakan seorang dokter di Kalimantan Barat dan menjalankan misi kemanusiaan saat masa penjajahan Jepang. Akibat misi tersebut, dr. Rubini dijatuhi hukuman mati oleh Jepang. "Karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan Republik Indonesia," kata Mahfud.
4. Haji Salahuddin Bin Talabuddin
Haji Salahuddin adalah pejuang asal Halmahera Tengah yang mempopulerkan semboyan "Hidup Syarikat Islam, Hidup Republik Indonesia". Namun demikian, Mahfud menyebutkan Salahudin ikut membangun republik sebagai negara yang inklusif berdasarkan pancasila.
Salahudin yang saat itu berjuang di Maluku Utara pernah dibuang ke Sawah Lunto pada 1918-1923. Selain itu, Salahudin juga pernah dibuang ke Boven Digul pada 1942.
5. KH. Ahmad Sanusi
KH Sanusi adalah Anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan atau BPUPKI dari Jawa Barat. Sanusi juga merupakan satu-satunya Anggota BPUPKI yang belum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
Mahfud mencatat salah satu perjuangan Sanusi adalah menengahi golongan kanan dan golongan kiri dengan Ideologi Pancasila. Hal tersebut dilakukan dengan pencoretan tujuh kata dalam Pancasila.