IDI Ungkap 6 Penyebab Minimnya Jumlah Dokter Spesialis, Apa Saja?
Ikatan Dokter Indonesia atau IDI menemukan akar permasalahan terkait sedikitnya jumlah dokter spesialis adalah tidak meratanya distribusi. Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi mengatakan pihaknya akan mencari cara mendistribusikan dokter ke daerah yang masih kekurangan.
Adib mengatakan saat ini dokter spesialis masih terpusat di DKI Jakarta. Sebagai contoh, dokter spesialis obstetri dan ginekologi di Jakarta hampir mencapai 1.000 orang dari total sekitar 4.700 orang.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab dokter keluar dari ibu kota. Beberapa di antaranya adalah insentif hingga jenjang karir.
Oleh sebab itu, salah satu solusi yang ditawarkan adalah interkoneksi data antara IDI, Konsil Kedokteran Indonesia atau KKI, dan Dinas Kesehatan tingkat kabupaten/kota.
"Itu bisa menjawab masalah distribusi. Saat terkoneksi, kami bisa menghitung kebutuhan dokter spesialis di setiap daerah," kata Adib dalam konferensi pers, Selasa (13/12).
IDI mencatat jumlah puskesmas yang beroperasi tanpa dokter pada 2020 mencapai 6,9% dari total puskesmas di dalam negeri. Sementara itu, total rumah sakit umum daerah atau RSUD yang belum memiliki tujuh jenis dokter spesialis mencapai 296 unit atau 41,58% dari total RSUD.
Ketujuh jenis dokter spesialis yang dimaksud adalah dokter spesialis anak, obstetri dan ginekologi, penyakit dalam, saraf atau neurologis, anestesi, radiologi, dan patologi klinik. Sebanyak 378 RSUD telah memiliki seluruh jenis dokter spesialis tersebut.
Provinsi dengan rumah sakit terbanyak yang telah memiliki semua jenis dokter spesialis adalah Jawa Tengah yang mencapai 47 RSUD. Sementara itu, provinsi dengan RSUD terbanyak yang belum memiliki semua jenis dokter spesialis adalah Sumatra Selatan atau sebanyak 17 unit.
Faktor Enggan Keluar Jakarta
Adib menjelaskan, setidaknya ada enam faktor yang membuat dokter spesialis saat ini enggan bekerja di luar Ibu Kota. Menurutnya, keterlibatan pemerintah daerah dalam menangani keenam faktor tersebut menjadi kunci.
Adapun, keenam faktor yang dimaksud Adib adalah:
1. Sarana dan prasarana terbatas
Keterbatasan infrastruktur dasar dan fasilitas pendukung di wilayah kerja. Beberapa infrastruktur yang dimaksud adalah perlengkapan di ruang bedah.
2. Keterbatasan alat kesehatan dan obat
Adib menilai kemampuan RSUD di luar Ibu Kota masih minim dalam menyediakan kebutuhan dokter spesialis. Adib mencontohkan masih minimnya kekuatan RSUD untuk menyediakan alat cuci darah bagi pasien gangguan ginjal.
3. Kepastian insentif
Adib mengatakan pemerintah daerah cenderung tidak memberikan kepastian kepada dokter spesialis yang bekerja di daerah. Selain itu, insentif yang diberikan pemerintah daerah umumnya tidak cukup kuat untuk menahan dokter spesialis menetap di daerah.
4. Kerja sama pemerintah pusat dan daerah
Adib berpendapat pemerintah harus bekerja sama dalam menyusun kebijakan inovatif yang meningkatkan pemerataan distribusi dokter spesialis di dalam negeri.
5. Fasilitas dan lapangan kerja
Adib mencatat dokter spesialis umumnya telah berkeluarga. Oleh karena itu, kesempatan kerja bagi pasangan dokter spesialis di daerah menjadi pertimbangan dokter spesialis.
6. Jenjang karir
Adib menilai jenjang karir di RSUD selain DKI Jakarta tidak memiliki kepastian. Selain itu, insentif di daerah cenderung lebih rendah.
Interkoneksi Daerah
Oleh sebab itu, interkoneksi akan dilakukan untuk menunjukkan sebaran dokter spesialis di setiap daerah. Dengan demikian, IDI dapat mendistribusikan dokter spesialis dari daerah yang berlebih ke daerah yang kekurangan.
Sebagai informasi, dokter spesialis harus meminta rekomendasi kepada IDI untuk mendapatkan surat tanda registrasi atau STR dari KKI. Adib menjelaskan interkoneksi data antara IDI dan KKI telah dilakukan.
Setelah mendapatkan STR, dokter spesialis akan mengajukan Surat Izin Praktek atau SIP kepada Dinas Kesehatan tingkat kabupaten/kota. Di tingkat ini, interkoneksi data dengan pemerintah daerah belum dilakukan.
Adib menjelaskan, interkoneksi data dengan pemerintah daerah dapat menunjukkan jumlah dokter yang melakukan praktek di setiap daerah. Data tersebut dapat menjadi dasar penentuan distribusi dokter spesialis.