Dewan Direksi TVRI Bela Helmy Yahya, Sebut Pemecatan Janggal

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Helmy Yahya menunjukkan surat dari Dewan Pengawas LPP TVRI tentang pemberhentian dirinya, saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
17/1/2020, 19.33 WIB

Konflik di internal TVRI terus bergulir. Dewan Pengawas tetap pada pendiriannya yaitu memberhentikan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama stasiun televisi milik negara tersebut. Keputusan itu disambut kekecewaan dan perlawanan dari jajaran dewan direksi dan sejumlah karyawan.

Helmy Yahya dipecat dari jabatannya pada 16 Januari 2019. Pemecatan dengan sederet alasan, yaitu tak adanya penjelasan soal pembelian siaran berbayar liga Inggris, pelaksanaan rebranding tak sesuai rencana anggaran, mutasi pejabat struktural yang tak sesuai prosedur, dan penunjukan program “Kuis Siapa Berani” yang dinilai melanggar beberapa asas.

Direktur Keuangan TVRI Isnan Rahmanto merespons satu per satu alasan Dewan Pengawas tersebut. Pertama, soal pembelian liga Inggris sebagai killer content. Isnan menjelaskan pihaknya memang tak memiliki anggaran untuk membeli konten tersebut. Konten Liga Inggris dibeli dengan dana yang berasal dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

(Baca: Helmy Yahya Dipecat, Kisruh dengan Dewas TVRI karena Liga Primer)

"Anggaran pemerintah itu memang disusun satu tahun sebelumnya. Sedangkan program ini muncul pada pertengahan tahun lalu. (Maka itu) Direksi memutuskan ini dibiayai PNBP," kata Isnan saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1). Menurut dia, jika keputusan ini jadi alasan pemberhentian Helmy, seharusnya seluruh dewan direksi turut diberhentikan.

Kedua, soal ketidaksesuaian pelaksanaan rebranding perusahaan dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT) serta Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara atau Lembaga (RKA-KL). Isnan membantah penilaian tersebut. Ia menjelaskan rebranding dilakukan sesuai dengan alokasi dana perusahaan.

Ketiga, terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang menyebutkan adanya program yang tidak sesuai dengan ketentuan, serta mutasi pejabat struktural yang tidak sesuai dengan norma, standar, prosedur dan Kriteria dan Manajamen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Isnan, TVRI mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Hingga saat ini, pun pihaknya tidak mendapatkan teguran. "Dalam instansi apa pun pasti ada temuan. Kami sudah diaudit oleh BPK dan mendapatkan Opini WTP," ujarnya.

(Baca: Helmy Yahya, Sang Raja Kuis yang Tak Lagi Jadi Bos TVRI)

Terkait kepegawaian, ia menambahkan, TVRI memiliki 4.400 karyawan. Dari jumlah tersebut porsi generasi milenial sangat sedikit. Jadi, setiap tahun ada pensiun penjabat struktural dan harus diisi, dan butuh penyegaran.

Keempat, soal tudingan pelanggaran beberapa Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dalam penunjukan pengadaan kuis “Siapa Berani”. Asas-asas yang dimaksud yakni ketidakberpihakan, asas kecermatan, dan asas keterbukaan sesuai Undang-undang (UU) Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Menurut dia, kuis yang dibuat oleh Helmy tersebut telah diikuti oleh beberapa stasiun televisi lainnya.

Kelima, terkait tak adanya harmonisasi antara TVRI dengan Dewan Pengawas. Isnan menjelaskan TVRI milik negara dan telah berhasil bertransformasi. Mulai dari peralatan yang digunakan hingga konten yang dibuat, sehingga menarik lebih banyak penonton.