PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) akan menerapakan sejumlah strategi agar kerugian triliunan rupiah yang diderita tahun lalu tidak terulang lagi. Salah satu upaya yang akan dilakukan perusahaan retail milik Grup Lippo ini mengubah format seluruh gerainya sehingga menjadi lebih efisien dan kompetitif.
Peretail dan pemilik jaringan gerai Hypermart, Foodmart, Boston, dan fmx ini tengah dirundung masalah keuangan. Persaingan industri retail yang kian ketat, perubahan consumer behaviour, pelemahan harga komoditas dan pembengkakan beban diakui manajemen telah memberi tekanan besar terhadap kinerja perusahaan sepanjang tiga tahun terakhir (2015-2017).
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, sepanjang 2017 MPPA mencatat rugi usaha sebesar Rp1,55 triliun dengan rugi tahun berjalan Rp1,24 triliun, turun drastis dibandingkan kinerja 2016 dimana perseroan mash mampu meraih laba usaha Rp 177,04 miliar dan laba tahun berjalan Rp 38,4 miliar. Namun, kinerja 2016 pun ternyata lebih rendah dibandingkan 2015 yang kala itu mencetak laba usaha Rp 307 miliar serta laba periode berjalan sebesar Rp 221 miliar.
(Baca : Harga Produk Retail Bisa Naik 5% Akibat Pelemahan Rupiah)
Director Public Relation and Communication MPPA Danny Kojongian mengatakan, untuk mengatasi tekanan kerugian agar tak terus membengkak, perusahaan akan melakukan sejumlah langkah efisiensi operasional. Salah satu caranya adalah menyeleksi ragam produk yang memiliki perputaran cepat, yakni fokus pada penjualan barang-barang kebutuhan utama seperti produk makanan, groceries, dan barang konsumsi. Selain itu, menurunkan harga jualnya agar bisa lebih kompetitif.
Menurut Danny, harga dagangan Matahari dianggap kemahalan sehingga perusahaan menurunkan harga jual sekitar 5.000 barang stock keeping unit (SKU) pada kategori Fast Moving Consumer Goods (FMCG). sejak kuartal II tahun lalu. Langkah ini tentunya membuat perusahaan merugi. "Tapi sepertinya itu lebih baik. Jika tidak dilakukan akan menjadi masalah karena banyak barang inventory yang mati, terlebih jika itu produk makanan yang cepat kedaluwarsa," kata Danny, Senin (28/5).
Rencananya, kebijakan pemangkasan SKU akan diterapkan secara permanen. Hingga saat ini Matahari sudah menurunkan harga jual sekitar 25 ribu produk atau hampir separuh dari total produk yang dijajakannya.
Rencana lain menekan kerugian adalah merampingkan luasan area gerai Hypermart. Jika sebelumnya tiap gerai menempati luas area sebesar 4.500 - 7.500 meter persegi, ke depan dipangkas menjadi sekitar 2.800 hingga 3.000 meter persegi. Langkah ini sejalan dengan rencana pembatasan jenis produk yang akan dijual.
(Baca Juga : Asian Games Diprediksi Mengerek Penjualan Retail Hingga 20%)
"Dengan adanya format gerai ini, maka tidak ada lagi Hypermart konsep G7. Kami akan kembali ke basic, gerai akan lebih kecil, dengan begitu biaya-biaya dapat ditekan," ujarnya.
Sebelumnya, MPPA memperkenalkan Hypermart berkonsep G7 sebagai salah satu inovasi gerai retail modern. Jenis gerai ini memiliki area belanja lebih luas dengan penataan area produk segar yang lebih lapang. Tujuannya untuk memberi kenyamanan pelanggan dalam berbelanja. Namun, dengan efisiensi operasional maka seluruh konsep tersebut akan mulai dihentikan.
Keterbatasan sumber dana juga memaksa Matahari untuk mengerem rencana investasinya. Danny mengatakan, MPPA akan memangkas belanja modal (capital expanditure) tahun ini menjadi separuhnya atau maksimal Rp 200 miliar.
Menurutnya, alokasi belanja modal tersebut akan tetap digunakan untuk menambah jaringan gerai di beberapa lokasi baru. Rencananya, MPPA akan membuka sekitar 4 gerai Hypermart, 2 gerai Foodmart, 6 gerai Boston dan 11 gerai fmx.
Adapun tahun lalu, perseroan juga mengaku telah menutup 40 gerai dan menunda pembukaan 8 unit gerai. Ini mengakibatkan serapan belanja modal tidak maksimal dengan realisasi belanja modal sekitar Rp 250 miliar.
Hingga akhir tahun lalu MPPA tercatat mengoperasikan sekitar 113 gerai Hypermart, 4 gerai SmartClub, 25 gerai Foodmart, 102 gerai Boston dan 15 gerai fmx. Kontribusi pendapatan terbesar MPPA saat ini masih berasal dari Hypermart sebesar 73,3%, diikuti SmartClub 19,2% dan Foodmart 6,5%.
"Melalui efisiensi ini, kami harapkan bisa berdampak terhadap perolehan EBITDA yang bisa mulai positif dari yang sebelumnya tercatat rugi," kata Danny.
Sementara itu, menurut pandangan analis kinerja MPPA tahun ini masih dibayangi persaingan ketat, baik dari sejumlah minimarket maupun peretail modern. Analis Danareksa Sekuritas Adeline Solaiman dalam risetnya menyebutkan rugi bersih MPPA pada 2017 tercatat lebih rendah dibanding ekspektasi.
Danareksa mencatat, langkah MPPA memangkas 5.000 SKU dari kategori fast moving consumer goods (FMCG) sebagai langkah pendukung agar bisa berkompetisi dengan supermarket lokal seperti Alfamart dan Indomaret.
"Persaingan ketat di kategori hypermarket akan berlanjut tahun ini, sehingga profitabilitas MPPA akan tetap lemah," ujar Adeline dalam risetnya.
Karenanya, Danareksa memproyeksikan penjualan MPPA tahun ini bisa mencapai Rp 13,9 triliun dengan laba bersih Rp 42 miliar.
Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) menyebut secara umum industri retail berpeluang tumbuh lebih baik dari tahun lalu yang hanya mampu tumbuh sekitar 3% hingga 3,5%.
Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey menuturkan, potensi pertumbuhan industri retail ini diharapkan banyak terbantu dari beberapa event yang akan berlangsung di Indonesia. Selain itu, beberapa indikator makro ekonomi pun diharapkan bisa memperkuat asumsi pertumbuhan industri retail tahun ini.
Misalnya, inflasi dua tahun terakhir bertahan di 2% dinilainya tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan harga. Kemudian peningkatan harga komoditas serta peningkatan dana desa diharapkan bisa meningkatkan daya beli.
"Selain itu, event Asian Games, pertemuan International Monetary Fund (IMF) dan Pilkada tentunya bisa mendororong belanja makanan minuman dan semoga hal itu bisa berdampak terhadap perbaikan pertumbuhan industri tahun ini," katanya.