Pengusaha Tak Khawatir dengan Ekspansi Grup Salim ke Bisnis Unggas

ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Kinerja perusahaan pakan ternak kuartal I 2018 berpotensi membaik seiring turunnya harga jual bahan baku jagung
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
13/4/2018, 22.49 WIB

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk mengaku tak khawatir dengan masuknya perusahaan konglomerasi besar di industri perunggasan. Pasalnya, tidak mudah bagi perusahaan baru untuk mengambil pangsa pasar di sektor ini karena persaingan industrinya sudah cukup ketat dan perusahaan baru mesti mampu mengikuti arah kebijakan pemerintah.

Wakil Presiden Direktur Japfa Bambang Budi Hendarto menyatakan pembatasan impor bibit induk ayam (Grand Parent Stock/GPS) akan membuat industri baru sulit  berkembang. “Mau dari mana anak ayamnya? Kalau tidak ada, mau dikasih ke siapa makanannya?” kata Bambang di Hotel Harris Jakarta, pekan lalu.

Dia mencontohkan perusahaan raksasa New Hope asal Tiongkok serta beberapa perusahaan baru yang mulai ekspansi di Indonesia. Ia menduga perusahaan kesulitan berkembang dan mengambil ceruk pasar di Indonesia karena keterbatasan pasokan anak ayam usia sehari (Day-Old Chicken/DOC). Sehingga, bisnis pakan ternak maupun penggemukkan ayam menjadi sulit meningkat.

Namun di sisi lain ia juga mengerti dilema pemerintah, jika  kuota impor indukan ayam dibuka lebar, maka akibatnya pasar bakal kebanjiran pasokan seperti 2014 lalu. “Harga akan hancur dan peternak banyak yang rugi dan bangkrut,” ujarnya.

(Baca : Modernisasi Kandang, Japfa Kerek Belanja Modal Jadi Rp 2,5 Triliun)

Di lain pihak, Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman menuturkan masuknya sejumlah pelaku usaha dari grup besar di industri pakan bukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Hal itu dinilainya bagus untuk memanfaatkan potensi pasar Indonesia yang besar dan mengimbangi persaingan.

"Tidak khawatir, justru semakin baik untuk kompetisi yang sehat," ujarnya dalam pesan singkat kepada Katadata, Jumat (13/4).

(Baca Juga : Indonesia Ekspor Perdana 6 Ton Nugget Ayam ke Jepang)

Sebelumnya beredar kabar Grup Salim masuk ke bisnis peternakan ayam terintegrasi. Hal tersebut berpotensi menyebabkan bisnis poultry semakin sengit lantaran sudah banyak dihuni pemain sementara pasokannya melebihi permintaan pasar.

Informasi soal rencana Grup Salim ini diungkapkan CAB Cakaran Corporation Berhad dalam keterbukaan informasinya di Bursa Malaysia. Melalui anak usahanya yang berbasis di Singapura, KMP Private Limited, Grup Salim akan membentuk perusahaan patungan dengan CAB Cakaran untuk membangun peternakan ayam terintegrasi di Indonesia. Nilai investasinya sekitar US$ 200 juta atau sekitar Rp 2,7 triliun.

Grup Cakaran akan menangani urusan teknologi, sedangkan Grup Salim memngelola keuangan dan operasional perusahaan patungan itu. Joint venture CAB Cakaran dengan Grup Salim dalam produksi ayam potonh dan terlur akan menyempurnakan lini bisnis mereka.

Managing Director Group CAB Cakaran Christopher Chuah mengatakan, pembangunan pabrik peternakan ayam terintegrasi tersebut rencanya akan dimulai pada paruh pertama tahun ini dan diharapkan rampung dalam 12 bulan. Peternakan ayam raksasa ini akan memproduksi 4,5 juta ekor ayam broiler pedaging per bulan dan 3 juta telur per hari.