Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) merekomendasikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta pemerintah daerah (pemda) mencabut izin tambang yang beroperasi di pulau-pulau kecil. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan lembaga nirlaba itu, pertambangan di pulau kecil memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan warga sekitarnya.
Staf Riset Jatam Alwiya Shahbanu mencontohkan kerusakan akibat tambang yang terjadi di Pulau Bunyu, Kalimantan Utara. Pertama, sumber air sudah bercampur dengan lumpur bekas tambang. Masyakarat tidak bisa memakai lagi sumber itu.
(Baca: Puluhan Perusahaan Minerba Masih Enggan Beri Transparansi Data )
Kedua, hilangnya ladang atau sawah untuk menanam padi. Alwiya mengatakan, berdasarkan dari dari Badan Pusat Statistik (BPS) produksi padi di daerah tersebut mulai berkurang sejak 2014.
Penurunan produksi tersebut akibat kegiatan tambang yang mencemari tanah. Sebelum ada tambang, daerah itu bisa menghasilkan padi seberat tiga ton dalam sekali panen, namun saat ini hanya bisa menghasilan 30 kilogram (kg).
"Masyarakat mengatakan, sebelumnya mereka ada sawah dan padi ladang. Tapi hilang di tahun 2014," kata Alwiya, di Jakarta, Senin (25/3).
Ketiga, perairan yang terkenal dengan rumput laut juga hilang akibat limbah tambang. Bahkan terumbu karang semakin tergerus. Hal ini membuat jumlah ikan pun turun dan luas hutan yang berkurang lebih dari 50%.
(Baca: Ragam Modus Batu Bara Ilegal di Kalimantan Timur)
Pulau Bunyu memiliki luas 198,32 kilo meter persegi. Penduduknya sekitar 11 ribu jiwa. Pulau ini dikuasai enam izin Kuasa Pertambangan (KP) di masa pemerintahan Bupati Budiman Arifin yang memimpin Kabupaten Bulungan selama satu dekade yaitu 2005-2015. Perusahaan batu bara mulai datang diawali oleh PT Garda Tujuh Buana.
Salah satu periset Jatam Tommy Apriando juga menjelaskan, pertambangan telah menghilangkan kekayaan hayati daerah. Hal ini terjadi di Pulau Gabe, Maluku Utara. Kekayaan rempah-rempahnya terancam hilang karena kegiatan tambang. "Bahkan ada satu desa yang begitu indah untuk pariwisata, juga terancam hilang. Ini akan menimbulkan krisis yang luar biasa," kata Tommy.
(Baca: Mengejar Dalang Pertambangan Bauksit Ilegal di Bintan)
Pulau Gebe memiliki luas 224 kilo meter persegi. Jumlah penduduknya sekitar 5.580 jiwa. Pulau Gebe merupakan lokasi pertambangan pertama di Pulau Kecil, yang dilakukan oleh PT Aneka Tambang (Antam) untuk memproduksi nikel.
Selain itu, berdasarkan laporannya, setidaknya ada 55 lima pulau kecil yang dijadikan sebagai daerah yang memproduksi mineral dan batu bara. Oleh karena itu, Jatam mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dan Kementerian ESDM melakukan audit mengenai syarat perizinan pertambangan di pulau kecil.