Penundaan penerbitan obligasi global atau valuta asing (valas) tidak membuat PT Pertamina (Persero) mengabaikan kewajibannya di Blok Rokan, Riau. Perusahaan pelat merah tersebut tetap akan melunasi kewajibannya seperti pembayaran bonus tanda tangan dan jaminan pelakasanaan di blok tersebut sebelum akhir tahun ini.

Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan pembayaran tersebut menggunakan kas internal. "Signature bonus bisa dibayar. Tidak masalah dan duit masih ada," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (30/10).

Adapun bonus tanda tangan yang harus dibayarkan Pertamina mencapai US$ 783 juta atau Rp 11,3 triliun. Sedangkan jaminan pelaksanaan yang harus dibayar sebesar 10% dari komitmen pasti sebesar US$ 500 juta.

Sementara itu, mengenai rencana Pertamina yang akan berinvestasi di Blok Rokan sebelum kontraknya habis 2021 masih dibahas. Adiatma mengatakan pihaknya masih membahas hal itu dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). "Kan investasi harus jelas," kata dia.

Pertamina akan memegang hak kelola 100% setelah penandatangan kontrak. Kontrak Blok Rokan berakhir tahun 2021. Saat ini, blok tersebut masih dikelola PT Chevron Pacific Indonesia.

Awalnya, Pertamina berencana menerbitkan global bond senilai lebih dari US$ 2 miliar atau lebih dari Rp 30 triliun. Dana itu untuk investasi jangka panjang sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) serta panas bumi, termasuk Blok Rokan.

Namun, rencana penerbitan global bond tersebut ditunda. Pertamina tidak menerbitkan global bond tahun ini jika harganya tidak menarik. "Tunggu pasar bagus dulu," ujar Adiatma.

Menurut informasi yang diperoleh Katadata.co.id, Pertamina dalam proses menawarkan obligasi dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS) kepada investor internasional di Amerika Serikat dan Eropa. Obligasi global tersebut rencananya diterbitkan dalam dua tenor.

Pertama, surat utang yang akan jatuh tempo 2021 senilai US$ 1 miliar atau Rp 15 triliun dengan kupon 5,25%. Kedua, surat utang yang akan jatuh tempo 2022 dengan nilai pokok US$ 1,24 miliar atau sekitar Rp 18,6 triliun dengan kupon 4,875%. Dana hasil penerbitan obligasi global itu akan digunakan untuk membiayai investasi jangka panjang Pertamina di sektor hulu migas serta panas bumi.

Sayangnya, dalam penawaran tersebut investor global meminta kupon yang lebih tinggi. Berdasarkan data Bloomberg, dalam setahun terakhir imbal hasil obligasi dolar Pertamina tenor 10 tahun terus melambung dari 3,85% menjadi 5,63%.

(Baca: Investor Minta Bunga Tinggi, Pertamina Tunda Obligasi US$ 2 Miliar)

Sumber Katadata.co.id di pemerintahan mengatakan, keputusan Pertamina untuk menunda penerbitan obligasi global ini sangat rasional. "Pasar global sangat berfluktuasi pada Kamis kemarin. Kalau dipaksakan, bisa-bisa Pertamina harus membayar bunga lebih tinggi daripada bunga obligasi global PLN," ujar dia.

Reporter: Anggita Rezki Amelia