PT Pertamina (Persero) mencatat belum seluruh kargo gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) terjual. Padahal, tersisa tiga bulan lagi hingga akhir tahun untuk menjual seluruh kargo LNG tersebut.
Direktur Pemasaran Korporat Pertamina Basuki Trikora Putra mengatakan hingga September 2018, penjualan kargo LNG Pertamina telah mencapai 114 kargo, sementara target hingga akhir tahun sekitar 148 kargo LNG bisa terjual.
Sebagian dari LNG itu terjual untuk kontrak jangka panjang Pertamina dengan pembeli luar negeri seperti ke Jepang, Korea, dan Taiwan. Tak hanya itu, gas tersebut juga terjual ke pembeli dalam negeri.
Menurut Basuki, Pertamina memiliki pembeli prioritas di dalam negeri, seperti PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) PLN. Bahkan, PLN beberapa waktu lalu sempat meminta tambahan pasokan kargo LNG dari Pertamina.
Untuk itu pihaknya yakin bisa memenuhi target penjualan kargo LNG tahun ini. Sehingga tidak ada kargo gas dari PT Badak NGL di Kalimantan Timur yang tidak terjual (uncomitted cargo). "Semoga. Targetnya best effort," kata Basuki di Jakarta, Rabu (24/10).
Wood Mackenzie pernah menyoroti produksi LNG di Indonesia pada Maret 2018 lalu. Saat itu, Senior Expert Gas&Power Wood Mackenzie Edi Saputra mengatakan produksi LNG Indonesia tahun ini sekitar 18,5 juta Metrik Ton/MT. Perinciannya 9 juta MT berasal dari Kilang Bontang yang dikelola PT Badak NGL. Kemudian ada 7 juta MT dari Kilang Tangguh yang dikelola BP. Sisanya berasal dari Donggi Senoro.
Dari produksi itu, sebanyak 12,5 juta MT akan diekspor ke Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Tiongkok. Sisanya sebesar 6 juta MT akan dialokasikan untuk pasar dalam negeri.
Namun, dari 6 juta MT alokasi domestik itu, Edi memperkirakan hanya terserap 2,8 juta MT. Serapan itu lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya 2,4 juta MT. Penyebabnya adalah mulai beroperasinya pembangkit listrik berbahan bakar gas. Meski penyerapan dalam negeri meningkat, Indonesia masih kelebihan pasokan sekitar 3,2 juta MT. “Itu terlalu besar untuk pasar spot LNG," kata Edi di Jakarta, Jumat (16/3).
Kelebihan pasokan ini diprediksi akan berlangsung hingga tahun 2024. Alasannya tahun 2019 akan ada LNG dari luar negeri yang masuk domestik. LNG ini berasal dari kontrak yang dilakukan PT Pertamina (Persero) dengan beberapa perusahaan luar seperti Cheniere dan Woodside. Gas -gas itu akan mulai dipasok pada 2019 mendatang.
(Baca: Indonesia Alami Defisit Gas Tahun 2025)
Edi mengatakan ada beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah agar kelebihan pasokan gas alam itu bisa ditangani. Salah satunya adalah membuka keran ekspor terhadap gas yang tidak terserap.