Rencana pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan dinilai positif oleh beberapa pihak. Gabungan perusahaan pelat merah sektor pertambangan ini dinilai tidak akan memonopoli industri tambang nasional.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, pada dasarnya, pembentukan holding tambang ini memiliki tujuan yang positif. Dengan realisasi rencana tersebut, perusahaan tambang milik negara bisa memperkuat struktur pendanaannya agar bisa memiliki kapasitas dan kapabilitas yang semakin membesar.
Namun, memang realisasi rencana ini tidak mudah karena perlunya integrasi Sumber Daya Manusia (SDM) dan budaya kerja yang berbeda-beda. "Semoga dapat berjalan sesuai target dan proyeksi saja," ujar Komaidi saat dihubungi Katadata, di Jakarta, Rabu (22/11).
(Baca: Kementerian BUMN Kaji Mitigasi Risiko Holding Perbankan)
Meskipun demikian, Komaidi memastikan, pembentukan holding pertambangan ini tidak akan membuat perusahaan tambang milik negara ini mendominasi industri pertambangan tanah air. Alasannya, kebutuhan investasi sektor tersebut masih sangat besar. Apalagi, industri ini sudah menunjukan geliat lantaran perbaikan beberapa harga komoditas tambang.
"Sehingga, pasti tetap ada ruang bagi pelaku lain untuk terlibat. Jadi, saya kira tidak perlu terlalu ditakutkan," ujar Komaidi.
Sementara itu, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan, pembentukan holding ini memberikan efek positif terhadap peningkatan kerja emiten BUMN tambang yang tergabung sebagai anggota, yang didorong oleh penerapan efisiensi maupun efektivitas dalam menjalankan bisnisnya. BUMN tambang yang tergabung ini dinilai akan lebih profesional dan serius dalam mencari keuntungan.
"Dalam rangka mendapatkan keuntungan, ekspansi bisnis merupakan salah satu langkah yang ditempuh oleh emiten ini dan hal ini membutuhkan sumber pendanaan, salah satunya adalah melalui utang," ujar Nafan. (Baca juga: Pembentukan Holding Jadi Kunci Pemerintah Konsolidasikan BUMN)
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, pemerintah telah menerbitkan payung hukum pembentukan holding pertambangan. "Sudah diundangkan sejak tanggal 14 November 2017," ujar Harry.
Dengan holding ini, proses pencarian utang pun akan semakin mudah. BUMN tambang bisa meningkatkan kapasitas utangnya melalui induk usahanya. Namun, Nafan mengingatkan, agar kinerja fundamentalnya tetap positif. Alhasil, emiten BUMN tambang mudah menuntaskan kewajiban utangnya atau mampu melakukan refinancing utang dengan baik.
Dengan terbitnya aturan ini, kata Harry, pembentukan holding tambang ini akan segera direalisasikan setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Rapat ini akan meng-inbreng-kan saham milik pemerintah di tiga emiten BUMN tambang ke dalam Inalum. Alhasil, setelah berada di bawah holding Inalum, ketiga perusahaan ini pun berubah statusnya tidak lagi sebagai BUMN, tapi anak usaha BUMN.
Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra memastikan perubahan status ketiga perusahaan tersebut tidak menghilangkan kontrol negara terhadap. Ketiganya, tetap diperlakukan sama seperti BUMN untuk hal-hal yang bersifat strategis. Hal ini diatur dalam PP 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
"Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding. Termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi," ujarnya.
Ketiganya pun tidak perlu melaksanakan kewajiban melakukan penawaran tender wajib (tender offer) sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Karena walaupun terjadi perubahan pemegang saham utama (negara), tetapi tidak terjadi perubahan pengendali, lantaran Inalum 100 persen dimiliki negara.
(Baca: Pengusaha Ingatkan Holding BUMN Berpotensi Monopoli dan Kartel)