Operator Blok Masela Inpex Corporation meminta pemerintah mempermudah pembebasan lahan untuk pembangunan kilang gas. Apalagi saat ini Masela sudah menjadi proyek strategis nasional.
Juru bicara Inpex Corporation Usman Slamet mengatakan salah satu kendala yang dihadapi dalam menggarap proyek adalah lahan, tidak terkecuali Masela. Bahkan seringkali lahan menjadi hambatan dalam pelaksanaan proyek.
(Baca: Empat Proyek Hulu Migas Prioritas Akan Dapat Kemudahan Lahan)
Hal itu pun pernah dialami oleh proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Batang, Jawa Tengah. Proyek yang pertama kali memakai skema kerja sama pemerintah dan swasta ini harus mangkrak 10 tahun sejak 2006 akibat lahan.
Namun, karena ada campur tangan pemerintah, masalah lahan itu selesai. Apalagi proyek itu masuk dalam daftar proyek strategis nasional di sektor ketenagalistrikan. Alhasil, Jokowi meresmikan proyek ini pada Agustus tahun 2015, dan 10 bulan kemudian pembangunan proyeknya bisa berjalan.
Usman berharap masuknya Masela sebagai proyek strategis nasional, proses pembebasan lahan juga bisa lancar seperti kasus PLTU Batang. "Contohnya PLTU Batang salah satu kendalanya di lahan, dan bisa selesai," kata dia di Jakarta, Kamis (20/7).
Selain pembebasan lahan, Usman mengatakan Inpex butuh dukungan lainnya dari pemerintah, seperti insentif. Namun insentif dalam hal ini belum bisa dirinci sebab harus mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan. Kemudian ada kemudahan perizinan dari kementerian dan lembaga terkait.
(Baca: Pemerintah Targetkan Tiga Bulan Dapatkan Pembeli Gas Masela)
Saat ini, Inpex sudah menyelesaikan proses survei pasar guna mencari perusahaan yang akan menggarap kajian desain awal (Pre-FEED) Blok Masela. Perusahaan Jepang ini masih mengevaluasi proses tersebut. "Kami ingin mengetahui dinamika penyedia barang dan jasa yang punya kapabilitas untuk ikut lelang nantinya," ujar Usman.
Secara parallel, Inpex juga sudah memasukkan dokumen persetujuan anggaran proyek (Authorization for Expenditure/AFE) untuk melakukan pre-FEED kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Adapun biaya yang diajukan sebesar US$ 25 juta.
Namun hingga saat ini SKK Migas belum menyetujui anggaran yang diajukan Inpex tersebut. Deputi Operasi SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman pernah mengatakan angka tersebut masih mahal, karena ada blok migas yang hanya menghabiskan US$ 4 juta untuk melakukan kajian itu.
(Baca: SKK Migas Upayakan Tekan Biaya Kajian Awal Blok Masela)
Fatar berharap biaya untuk kajian Pre-FEED blok tersebut bisa ditekan. “Harapannya bisa sekitar US$ 20 juta," kata dia beberapa waktu lalu.