Realisasi investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) selama enam bulan terakhir masih 29 persen di bawah target rencana kerja dan anggaran (RKA) yang sudah disepakati Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan kontraktor. Salah satu penyebabnya adalah harga minyak yang rendah.

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan investasi hulu migas sejak awal Januari hingga akhir Juni baru mencapai US$ 3,98 miliar, dengan rincian US$ 3,96 untuk blok eksploitasi, sisanya eksplorasi. Sedangkan target dalam RKA tahun ini adalah US$ 13,80 miliar.

(Baca: Tanpa Migas, Indonesia Kehilangan Investasi Hingga Rp 300 Triliun)

Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, capaian tersebut juga masih rendah. Sepanjang semester I tahun 2016, realisasi hulu migas mencapai US$ 5,65 miliar. Rinciannya investasi di blok eksploitasi sebesar US$ 5,51 miliar, sisanya blok eksplorasi.

Menurut Amien, capaian investasi di semester I ini memang tidak seperti yang pemerintah harapkan. Apalagi investasi di hulu migas ini penting untuk negara karena memiliki efek domino yang signifikan bagi perekonomian.

Jika realisasi investasi kecil, maka belanja ke industri pendukung juga kecil. “Jadi kami kurang bergembira karena realisasi baru 29 persen,” kata dia di Jakarta, Kamis (6/7).

Namun, rendahnya investasi tersebut bukan tanpa sebab. Harga minyak yang masih rendah dianggap sebagai pemicu investor belum mau menanamkan modalnya untuk kegiatan hulu migas. Ini karena terkait dengan keekonomian proyek.

Harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) pada Juni lalu mengalami penurunan pada level terendah sepanjang semester 1 tahun ini. Tercatat periode Juni 2017 ICP mencapai level US$ 43,66 per barel, turun dibandingkan dua bulan sebelumnya, yakni periode Mei US$ 47,09 per barel dan April US$ 49,56 per barel.

(Baca: Turun 7%, Harga Minyak Indonesia Juni Capai Level Terendah Tahun Ini)

 Jadi ada beberapa kontraktor yang menunda proyeknya hingga akhir tahun. Ada juga yang menunda sampai tahun berikutnya. “Kalau harga minyak masih sama kayak sekarang maka investor ragu-ragu berinvestasi, terutama di eksplorasi,” kata dia di Jakarta, Kamis (6/7).

Amien berharap di paruh kedua ini, investasi hulu migas meningkat. Apalagi sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2017 yang isinya memberikan insentif pajak ketika eksplorasi dan eksploitasi. Aturan tersebut merupakan revisi dari PP Nomor 79 tahun 2010.

Di sisi lain, penerimaan negara selama enam bulan terakhir dari sektor migas juga masih di bawah target. Negara hanya bisa mendapatkan penerimaan sebesar US$ 6,48 miliar. Padahal target APBN 2017 sebesar US$ 10,91 miliar.  

(Baca: Akhir Mei, Penerimaan Perpajakan Masih Jauh di Bawah Target)

Penerimaan untuk kontraktor tahun ini juga lebih rendah dari target. Tercatat selama semester I 2017, kontraktor hanya mendapat penerimaan  sebesar  US$ 2,08 miliar atau turun dari target APBN 2017 yang mencapai US$ 3,77 miliar.