Pemerintah sedang mengkaji aturan mengenai pengelolaan minyak dan gas bumi di kawasan laut ultradalam. Dalam kajian sementara, kontraktor berpeluang memperoleh bagi hasil hingga 85% jika wilayah kerja migasnya memiliki risiko yang besar dan menggunakan skema gross split.

Untuk mengetahui lebih detail hitungan bagi hasil tersebut, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah sudah meminta tiga kontraktor mengkaji wilayah kerja migasnya yang berada di laut dalam. Mereka adalah Chevron di Selat Makassar, Eni di proyek Jangkrik dan Shell di kawasan Maluku dan Papua.

(Baca: Blok Migas Laut Dalam Akan Dapat Insentif Tahun Depan)

Hasil kajian tersebut akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam menggodok aturan tentang proyek migas di laut ultradalam. “Sudah kami minta, dalam dua minggu lagi mereka presentasikan," kata Wiratmaja di Jakarta, Kamis (18/5).

Menurut dia, pemerintah siap memberikan bagi hasil yang lebih besar dibandingkan lapangan lain kepada kontraktor jika mau menggarap proyek laut dalam. Dengan memberikan pengembalian yang lebih tinggi, pemerintah berharap dapat menarik investor untuk berinvestasi di laut dalam.

(Baca: Pemerintah Kaji Tambah Masa Eksplorasi Laut Dalam Jadi 15 Tahun)

Aturan atau payung hukum ini penting karena cukup banyak potensi migas Indonesia yang berada di kedalaman lebih dari 2.000 meter. Meski memiliki potensi besar, sampai saat ini belum tersentuh investor karena kurang menarik secara skala investasinya.

Di sisi lain, negara-negara lain seperti India sudah memberikan insentif kepada investor agar mereka tertarik menanamkan duitnya. Pemerintah India memberikan bagi hasil hingga 100 persen di tujuh tahun pertama.

(Baca: Eksplorasi Migas Bergeser ke Laut Dalam)

Setelah itu di tahun kedelapan dan seterusnya, pemerintah hanya mendapat 5 persen dari bagi hasil tersebut. "Jadi 7 tahun pertama semuanya untuk kontraktor, menarik sekali, semua orang pada datang," kata Wiratmaja.