Kondisi geografis yang sebagian besar kepulauan dianggap menyulitkan pengembangan sektor energi di Indonesia. Namun, General Electric (GE) merasa hal ini merupakan tantangan besar bagi perusahaan asal Amerika Serikat ini untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur energi.  

Presiden Direktur GE Oil and Gas Indonesia Iwan Chandra mengatakan, salah satu bentuk tantangannya adalah lokasi sumber energi yang tersebar dan berada di kepulauan terpencil, seperti Maluku. Sementara pasar energi terbesar masih berada di Jawa. Berbeda dengan Australia yang sumber energinya berada di satu tempat, sehingga memudahkan pembangunan infrastruktur.

"Geografi dan topografi, itu tantangan kami," kata Iwan di Jakarta, Selasa kemarin. Pengembangan teknologi baru dalam eksplorasi migas akan menjadi kata kunci dalam mengatasi tantangan ini.

(Baca: GE Jajaki Merger Terbesar dengan Baker Hughes Rp 260 Triliun)

Sektor migas yang relatif menurun dalam beberapa tahun terakhir juga ikut menerpa bisnisnya. Meski begitu, GE menyatakan akan tetap berkomitmen untuk menggelontorkan investasinya di Indonesia. Hal ini dianggap sebagai antisipasi apabila harga minyak kembali menarik.

Dia mengaku secara umum pertumbuhan bisnis GE di Indonesia dalam beberapa tahun terakhit relatif tidak bergerak. Namun, kondisi ini tidak lantas membuat GE mengurangi porsi bisnisnya di Tanah Air. Secara keseluruhan porsi bisnis GE di Indonesia masih tetap besar, yakni mencapai 12 persen.

Sejalan dengan pengembangan teknologi yang mutakhir ini, GE juga berkomitmen untuk tetap menggunakan produk dan jasa dalam negeri. Saat ini tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dalam bisnis GE sudah mencapai 25 persen. Melalui kerja sama dengan mitra lokal, GE membuka peluang untuk meningkatkan penggunaan TKDN. "Bisa saja bertambah jadi 60 persen," katanya.

(Baca: Pertamina Siap Gandeng GE Bangun Kilang Gas Mini)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengapresiasi komitmen GE. Pemerintah berharap banyak perusahaan yang menambah modalnya di sektor migas dalam negeri. Dia ingin pembangunan infrastruktur migas melibatkan pihak swasta, sehingga tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Bahkan, Jonan melarang penggunaan anggaran negara untuk membangun proyek kilang mini. Alasannya, uang negara lebih baik dipakai untuk pembangunan infrastruktur lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat bawah, seperti jaringan gas bumi (jargas). Jika dana itu digunakan membangun jargas, akan membuat masyarakat lebih hemat 50 persen dibandingkan membeli elpiji tiga kilogram (kg).

"Saya sudah bilang APBN tidak boleh untuk kilang mini, berikan ke operator saja. APBN digunakan membangun sesuatu yang dibutuhkan masyarakat paling bawah," kata Jonan.