Dihadiri Jonan, ENI Rampungkan Produksi Terapung Migas Terbesar

ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Suasana Kapal Floating Production Unit (FPU) Jangkrik di Saipem Karimun Yard, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, Selasa (21/3).
21/3/2017, 18.12 WIB

Eni Muara Bakau BV akhirnya menyelesaikan unit fasilitas terapung untuk produksi minyak dan gas bumi (Floating Production Unit/FPU). Pembangunan fasilitas ini lebih cepat dari target awal yang telah ditentukan.

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, proyek ini lebih cepat hampir 12 bulan dari rencana pemerintah. Salah satu faktor penyebabnya adalah peran pemerintah daerah yang mempercepat dan tidak mempersulit perizinan.

“Saya kira ini yang diharapkan kami semua, karena kalau perizinan pelan investasi juga lambat,” kata dia dalam penjelasan tertulisnya, Selasa (21/3). (Baca: Proyek Jangkrik Sudah 91,6 Persen, Siap Berproduksi Tahun Ini)

Selain pengerjaannya lebih cepat, proyek ini berhasil menghemat investasi US$ 300 juta menjadi US$ 4,2 miliar, dari yang direncanakan US$ 4,5 miliar. Fasilitas produksi ini  berukuran 46 x 192 meter atau hampir 80 persen dari lapangan bola. FPU ini juga merupakan terbesar di Indonesia.

Fasilitas ini nantinya mulai beroperasi di Lapangan Jangkrik dan mengalirkan gas paling lambat pada akhir Mei atau awal Juni nanti. Lapangan Jangkrik bisa memproduksi sekitar 450 mmscfd atau setara 6-7 persen dari kapasitas produksi gas bumi Indonesia secara keseluruhan. Selanjutnya bisa meningkat lagi sampai  800 mmscfd.

(Baca: 2017, Target Serapan Gas Dalam Negeri Naik Jadi 62 Persen)

Jonan juga meminta agar ENI tidak perlu khawatir mengenai pembeli gas jika produksi ditingkatkan. Gas tersebut bisa dibeli untuk kebutuhan listrik. Harapannya, bisa meningkatkan investasi pembangkit listrik tenaga gas.


Pemanfaatan Gas Bumi Menurut Pengguna 2012

Dengan ketersediaan gas, Pemerintah Provinsi Riau juga tidak perlu lagi menggunakan listrik berbahan bakar diesel. Apalagi, selain Lapangan Jangkrik, ada juga pasokan gas sebanyak 48 TCF dari lapangan East Natuna yang digarap konsorsium PT Pertamina dan ExxonMobil, PTT EP.

“Kalau sampai itu jalan dan Riau tidak kebagian gas untuk listrik berarti keterlaluan yang mengatur, jadi pasti kami atur biar kebagian semua,” ujar Jonan. (Baca: Serapan Gas Kurang, PLN Salahkan Penurunan Produksi Migas)

Jonan juga berharap, FPU ini tidak hanya digunakan oleh ENI, tapi juga Chevron untuk proyek laut dalam (Indonesia Development Deepwater/IDD) sehingga bisa lebih efisien. “Ada pemahaman yang sama bahwa pemerintah mendorong adanya efisiensi besar-besaran dari seluruh belanja modal (capital expenditure/capex) ataupun belanja operasional (operation expenditure/opex) di industri hulu migas,” ujarnya.