Pemerintah memang mewajibkan kontraktor minyak dan gas bumi (migas) menggunakan komponen lokal dalam kegiatannya. Namun, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil gross split, tidak ada sanksi bagi kontraktor yang pemakaian tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) rendah.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, pemberian sanksi dikhawatirkan akan mengganggu keekonomian alias tingkat keuntungan sebuah proyek migas. “Karena kalau sanksi itu ada hubungannya dengan komersialitas,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin malam (24/1).

(Baca: Kuasai Aset Migas, Pemerintah Dinilai Tak Konsisten Pakai Gross Split)

Namun, menurut Arcandra, agar kontraktor tertarik menggunakan komponen lokal maka pemerintah menyiapkan insentif berupa tambahan bagi hasil. Untuk mendapatkan tambahan bagi hasil tersebut, kontraktor wajib menggunakan TKDN minimal 30 persen.

Jika mengacu aturan kontrak bagi hasil gross split, jika tidak memenuhi TKDN minimal 30 persen maka kontraktor tidak mendapatkan tambahan bagi hasil. Sementara itu jika kontraktor memakai TKDN dengan porsi 30-50 persen, maka akan mendapat tambahan insentif 2 persen

Adapun jika kontraktor memakai TKDN sebesar 50-70 persen maka akan mendapatkan tambahan bagi hasil tiga persen. Begitu pula jika komponen TKDN kontraktor di atas 70 hingga 100 persen, maka kontraktor berhak mendapatkan tambahan bagi hasil empat persen. (Baca: Mengukur Manfaat Skema Baru Gross Split bagi Negara)

Meski pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh kontraktor tersebut tidak dikenai sanksi, pemerintah akan tetap mengawasi penggunaan TKDN. Pengawasan akan dilakukan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Energi dan Migas Bobby Gafur Umar belum berkomentar banyak karena masih menunggu implementasi dari aturan gross split tersebut, khususnya mengenai penggunaan TKDN oleh kontraktor migas. "Nanti baru kami sikapi kalau ternyata penggunaan TKDN tidak sesuai harapan pemerintah," kata dia kepada Katadata, Senin (23/1).

Ketua Asosiasi Pengeboran Indonesia (APMI) Wargono Soenarko mengaku siap bersaing dengan produk luar negeri, baik dari kualitas maupun harga. Namun, pemerintah juga harus mendukung industri dalam negeri. "Jadi pemerintah harus mengondisikan agar KKKS memakai jasa APMI sebanyak-banyaknya," ujar dia.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi industri lokal agar penyerapan TKDN bisa maksimal. Pertama, TKDN harus memenuhi standar investor yaitu standar uji yang baik.

Kedua, TKDN harus menyebabkan efisiensi. "Jadi secara cost harus mampu berkompetisi dengan harga-harga lain, inilah caranya investor melihat TKDN," kata dia kepada Katadata. (Baca: Skema Gross Split Bisa Hambat Pengembangan Teknologi Migas)

Mengenai tawaran insentif untuk penggunaan TKDN, Marjolijn belum bisa memberikan penilaian. Hal itu masih tergantung dari kompleksitas proyek.

Untuk itu,  pemerintah perlu untuk membuat studi yang komprehensif terkait penerapan aturan gross split, khususnya untuk proyek yang kompleks seperti laut dalam, ataupun yang membutuhkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) yakni teknologi yang dibutuhkan untuk melepas minyak yang melekat pada batuan reservoir.