Badan antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), turut membantu pengungkapan kasus dugaan suap atas mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, oleh Rolls-Royce. Praktik suap produsen mesin dan otomotif asal Inggris tersebut di Indonesia selama lebih tiga dekade terakhir, ternyata juga terjadi pada proyek listrik melibatkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Dalam dokumen fakta yang diperbarui dan diunggah SFO dalam situs resminya, Selasa (17/1) pekan lalu, mengungkapkan adanya praktik suap oleh pegawai Rolls-Royce untuk memenangkan tender proyek PLN. Praktik itu melibatkan seorang perantara, yang disebut sebagai Perantara 7, dan petinggi PLN.
(Baca:Kasus Emirsyah, Puncak Gunung Es Praktik Suap Rolls-Royce)
Pada tahun 1990-an, Rolls-Royce menjual dua set paket generator kepada PLN untuk pembangkit listrik di Tanjung Batu, Samarinda. Kemudian, pada tahun 2000, Rolls-Royce memenangkan kontrak perawatan generator selama tujuh tahun untuk proyek tersebut.
Menjelang berakhirnya kontrak perawatan pada 2007, PLN membuka proses tender terbatas kontrak jangka panjang (Long Term Service Agreement /LTSA) perawatan generator di Tanjung Batu tersebut. Sebelumnya, pada 16 Oktober 2006, seorang direktur dari perusahaan Perantara 7 memberitahukan kepada Rolls-Royce bahwa PLN melakukan tender terbuka.
“Penyebabnya PLN sedang dalam pengawasan dugaan korupsi,” kata direktur itu, seperti tercantum dalam dokumen fakta SFO. Dengan kata lain, PLN menghindari negosiasi langsung dengan Rolls-Royce.
Berdasarkan komunikasi dengan sejumlah pegawai Rolls-Royce, direktur dari Perantara 7 berasumsi, bahwa persaingan tender itu melibatkan sebuah perusahaan patungan bernama Rolls-Wood Group, serta vendor lainnya yang kemungkinan sebuah konsorsium dengan perusahaan swasta Indonesia.
Direktur dari Perantara 7 mengatakan kepada Rolls-Royce akan bertemu dengan seorang penanggung jawab tender di kantor pusat PLN. “Saya akan merancang strategi agar Rolls-Royce mendapat lebih keuntungan dibanding para lawan, bisa jadi [perusahaan dalam konsorsium] atau Rolls-Wood (langsung). Mohon petunjuk mengenai kelemahan kompetitor, dibandingkan dengan Rolls-Royce…”
Seorang pegawai Rolls-Royce pun mengirimkan penjelasan detail. Salah satunya berisi kekagetannya atas “perubahan mendadak” proses tender menjadi tender terbatas. Rolls-Royce pun mencari jalan untuk memenangkan tender tersebut.
(Baca: KPK Tetapkan Emirsyah Satar Tersangka Suap Pesawat Garuda)
“Jika PLN harus memilih setidaknya tiga pemberi tawaran, saya akan merekomendasikan agar mereka memilih [perusahaan kompetitor di Indonesia, Rolls-Royce dan Rolls-Wood Group (RWG). Kita bisa mempengaruhi RWG dengan meminta mereka untuk membatalkan kepesertaan tender.”
Pada 3 Mei 2007, seorang staf Rolls-Royce bertemu dengan Perantara 7 serta seorang direktur PLN. Dari pertemuan itu, Rolls-Royce dapat mengidentifikasi para “pemain” serta “orang-orang berpengaruh” di PLN. Dengan begitu, Rolls-Royce dapat mengantisipasi adanya penawaran harga yang lebih murah dari kompetitor.
Sore harinya melalui sebuah e-mail, seorang pegawai Rolls-Royce di Indonesia menyatakan telah mengagendakan pertemuan pada malam hari dengan petinggi perusahaan kompetitornya. “Pertamuan malam ini terlihat menjanjikan. Tolong rahasiakan hal ini!” tulis pegawai tersebut.
Sejumlah pegawai Rolls-Royce menyusun surat untuk petinggi perusahaan kompetitor tersebut. Isinya, Rolls-Royce menawarkan bekerjasama dengan perusahaan lain, yang sebenarnya juga dipimpin oleh petinggi itu.
“Untuk menjamin kelangsungan pembangkit listrik di Tanjung Batu…terutama melalui LTSA. Nilai kontraknya £ 21.169.500 untuk periode tujuh tahun.” (Baca: Dugaan Suap Emirsyah Telah Menjerat Rolls-Royce di Inggris)
Mereka pun menyatakan, Perantara 7 akan memberikan kontrak kepada petinggi perusahaan kompetitor itu dan menawarkan 2 persen dari total nilai kontrak. Hal ini sebagai imbalan atas langkah petinggi tersebut untuk memastikan konsorsiumnya memberikan penawaran yang tidak menarik kepada PLN. Jadi, Rolls-Royce berpeluang memenangkan tender.
Rolls-Royce mengajukan penawaran kepada PLN pada tanggal 9 Mei 2007. Sebuah dokumen PLN memperlihatkan konsorsium tersebut memberikan penawaran harga yang lebih mahal US$ 1 juta dibanding tawaran Rolls-Royce.
Pada Juni 2007, tekanan makin besar karena kontrak perawatan generator antara Rolls-Royce dan PLN akan segera berakhir. Direktur dari Perantara 7 mengirimkan e-mail yang menyatakan kesulitannya memastikan semua orang penting PLN menandatangani kesepakatan dengan Rolls-Royce.
Akhirnya, kontrak LTSA antara Rolls Royce dan PLN diteken pada 20 Agustus 2007. Tiga bulan berselang, Perantara 7 mendesak dua pegawai Rolls-Royce membayar komisi untuk LTSA itu.
Ia menginginkan sebagian pembayaran dilakukan di Indonesia, dan sebagian lagi untuk rekeningnya di Singapura. Solusinya, komisi sebesar 2 persen itu dibayarkan melalui perusahaan cangkang.
Direktur dari Perantara 7 kemudian diminta membuka sebuah rekening baru pada bank di Indonesia. Ia menerima komisi melalui dua mata uang, dan pada dua rekening bank yang berbeda.
Dalam sebuah e-mail, saat berusaha meminta pembayaran dari Rolls-Royce di Singapura, Perantara 7 menyatakan uang tersebut akan diberikan kepada PLN. Rolls-Royce pun membayarkan komisi yang dijanjikan kepada Perantara 7 atas kontrak LTSA tahun 2008.