KATADATA – Rencana pemerintah untuk mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pengembangan EBT ini dianggap bisa menjadi alternatif kebutuhan energi saat ini dan bisa menjadi kebutuhan energi utama di masa yang akan datang. Namun, tuntutan akan tata kelola yang baik juga banyak diserukan kepada pemerintah.
Direktur Utama PT MedcoEnergi Internasional Tbk Hilmi Panigoro mengatakan peluang Indonesia dalam mengembangkan EBT sangat besar, dengan melihat sumber daya alam yang ada. Namun, peluang itu juga diikuti dengan tantangan yang tidak kalah besarnya, terutama terkait regulasi. (Baca: Tiga Negara Eropa Incar Proyek Energi Baru Terbarukan)
Saat ini investor memandang Indonesia di titik terendah sebagai negara tujuan investasi. Banyak investor yang menganggap pemerintah seringkali tidak menghargai kontrak yang telah dibuat. Salah satunya investor seringkali dikenakan pungutan pajak yang secara tiba-tiba.
“Jika terus begini, tidak konsisten dalam kebijakan, maka investasi susah dinaikkan,” ujarnya dalam diskusi bertema ‘Rencana Umum Energi Nasional: Terobosan Pembangunan ENergi Terbarukan’ yang diselenggarakan Dewan Energi Nasional (DEN), di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Selasa (22/3). (Baca: Pertamina Siapkan Rp 26 Triliun Bangun Pembangkit Listrik EBT)
Tantangan lainnya yang akan dihadapi Indonesia ke depannya akan berkaitan dengan nilai keekonomian dari investasi yang dikeluarkan. Indonesia juga harus mengembangkan teknologi, infrastruktur pendukung, pendanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Dia berharap pemerintah bisa mengatasi tantangan ini. Salah satunya dengan membuat regulasi yang lebih baik lagi demi pengembangan EBT. Sumber energi fosil yang digunakan saat ini lambat laun akan habis dan di masa mendatang harganya akan jauh lebih mahal. (Baca: Industri Akan Wajib Manfaatkan Limbahnya Jadi Energi)
Senada dengan apa yang diucapkan oleh Hilmi, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan, regulasi tentang tata kelola energi saat ini jauh dari kata memuaskan. “Tata kelola energi tidak bagus saat ini, kalo tidak bagus maka peluang korupsinya banyak, kalo peluang korupsi banyak maka KPK hadir disini,” ujarnya.
Meski tidak terkait langsung, keberadaan KPK dianggap penting untuk ikut merumuskan dan berdiskusi agar tata kelola energi. Khususnya untuk EBT agar bisa lebih baik lagi. Menurut Laode, perbaikan tata kelola sangat mempengaruhi minat investor yang datang ke Indonesia. (Baca: Pemerintah Cari Solusi Pendanaan untuk Program Listrik Desa)
Dia mencontohkan, pungutan-pungutan liar kerap kali dihadapi investor, jika ingin investasinya berjalan lancar. Untuk itu, Laode menghimbau agar semua pihak meninggalkan kebiasaan buruk tersebut. KPK perlu dilibatkan untuk pencegahan agar UUD 1945 pasal 33 dapat diterapkan dengan baik.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Rofyanto Kurniawan juga mengatakan, Indonesia sangat membutuhkan investor untuk mengembangkan potensi EBT ini. menurutnya, selain dengan membuat regulasi yang baik dan konsisten, pemerintah perlu memberikan insentif-insentif kepada para investor.
“Suku bunga dibuat kompetitif untuk pengembangan EBT. Lalu, Pemerintah juga bisa memberikan insentif berupa pemberian fasilitas keringanan PPh, PPn, dan Bea masuk,” ujarnya. (Baca: Jadi Opsi Terakhir, Pengembangan Energi Nuklir Tunggu 2025)