Terpilihnya sosok Guru Besar Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung Tutuka Ariadji sebagai Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendapat respon dari pelaku industri hulu migas.
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, dalam industri migas, sosok Tutuka tak perlu diragukan lagi sepak terjangnya. Apalagi dalam teknologi pengurasan sumur minyak atau enhanced oil recovery/EOR. "Profesional dan sangat paham dunia migas, terutama di teknologi perminyakan. Lebih khusus lagi di bidang EOR," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (5/11).
Harapannya, kehadiran Tutuka dapat memperbaiki regulasi dan kebijakan, aspek teknis, serta tekno-ekonomi di industri migas. Dengan begitu, iklim investasinya pun ikut terdongkrak.
Tugas yang mendesak adalah penyelesaian revisi undang-undang migas, sinkronisasi aturan-aturan dengan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, dan penerbitan regulasi-regulasi insentif untuk meningkatkan keekonomian proyek migas. "Untuk tugas operasionalnya, mengawal realisasi eksekusi proyek proyek strategis migas," kata Pri Agung.
Terobosan baru dari dirjen migas juga sedang ditunggu. Misalnya, dengan memberikan ketentuan fiskal yang dapat ditawar atau biddable seperti soal pembagian hasil, bonus, dan lainnya, atau memberikan insentif pajak hulu migas. “Perannya sangat penting untuk memimpin kebijakan teknis tertinggi di bawahan Menteri ESDM,” ucapnya.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI) Wargono Soenarko juga berpendapat Tutuka merupakan sosok yang tepat untuk mengisi kursi dirjen migas. Soal ilmu kebumian, jam terbangnya sudah tinggi.
Ia mengatakan Tutuka perlu memperbaiki pola komunikasi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan para asosiasi jasa penunjang migas. "Kalau hal ini tidak dilakukan, maka cita-cita 1 juta barel per hari di 2030 cuma angan-angan saja,"ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menilai terpilihnya Tutuka merupakan hal yang positif bagi Industri hulu migas nasional. Apalagi, Guru Besar Institut Teknologi Bandung itu merupakan ahli EOR ramah lingkungan dari bahan nabati.
Kehadiran Tutuka juga dapat mendorong pengembangan EOR dalam negeri untuk meningkatkan produksi migas nasional. "Posisi dirjen sebagai pembuat kebijakan sangat krusial untuk membangun iklim investasi yang kondusif," ujarnya.
Ahli EOR dari ITB
Sebagai informasi, Tutuka menggantikan Djoko Siswanto yang dicopot jabatannya tahun lalu oleh Menteri ESDM kala itu, Ignasius Jonan. Sumber Katadata.co.id di Kementerian ESDM membenarkan Tutuka terpilih menjadi Dirjen Migas. “Profesor Tutuka Ariadji terpilih menjadi Dirjen Migas,” katanya kemarin.
Tutuka lahir di Solo pada 26 Agustus 1964. Ia merupakan lulusan Sarjana Teknik Perminyakan ITB dan menempuh pendidikan pada 1983 hingga 1988. Pria yang akrab disapa Aji itu kemudian meraih gelar Master of Science Petroleum Engineering di Texas A&M University, Texas (1991-1994).
Ia lalu mendapat gelar Doctor of Philosophy Petroleum Engineering di Texas A&M University, Texas (1994-1996). Dalam berorganisasi, Tutuka sempat menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2016 sampai 2019. Posisinya kemudian digantikan oleh Direktur Perencanaan Strategi dan Pengembangan Bisnis Subholding Hulu Pertamina John H Simamora.
Dalam situs ITB, Tutuka sempat terlibat dalam berbagai penelitian terkait EOR. Pada 2006, 2010, dan 2013, ia melakukan penelitian tersebut. Dua tahun lalu, ia mempublikasikan riset berjudul CO2 EOR Pontentials in Indonesia: Towards The Second Life of National Oil Production.
Pada akhir Desember lalu, ia sempat menghadiri rapat bersama pemerintah dan pelaku industri migas di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Dalam rapat itu, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan meminta perusahaan migas agar segera menyiapkan program kerja EOR.
Tutuka ketika itu menyarankan agar penerapan EOR dilakukan dengan metode sumuran. Pengurasan sumur minyaknya dilakukan pada sejumlah sumur secara bersamaan.
Hal ini, menurut dia, dapat mendongkrak produksi minyak dengan cepat dan lebih efektif daripada metode EOR per sumur yang dilakukan selama ini. "Dalam waktu satu tahun sudah (bisa) terlihat kenaikan produksinya. Harus dilakukan agak banyak, masif," ujarnya kepada awak media.