Pertamina disebut ngawur oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kemarin, Selasa (9/3). Ada salah satu direksi yang masih mengimpor pipa. Padahal, produk itu dapat diproduksi di dalam negeri.
Presiden Joko Widodo sampai memecat petinggi Pertamina tersebut. Namun, Luhut tak mengungkapkan namanya. “Ada pejabat tinggi Pertamina kemarin dipecat Presiden langsung,” kata Luhut seperti terlihat dalam akun Youtube BPPT TV berjudul Rapat Kerja Nasional Penguatan Ekosistem Inovasi Teknologi BPPT 2021.
Sumber Katadata.co.id menyebut pejabat tinggi yang kena pecat itu adalah Direktur Utama Pertamina Kilang Internasional Ignatius Tallulembang. “Produsen pipa minta dipakai lebih produknya seharusnya memakai seleksi normal,” ujarnya.
Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama enggan mengonfirmasi nama tersebut. "Bisa tanya ke beliau (Luhut)," kata pria yang akrab disapa Ahok itu.
Sedangkan Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relations Pertamina Agus Suprijanto pun tak mau menanggapi kabar tersebut. Pesan singkat dan telpon yang Katadata.co.id kirimkan tak mendapat respon.
Ignatius Tallulembang telah lebih 20 tahun berkarier di Pertamina. Pada 2018, ia menjabat Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia. Tugas utamanya adalah melaksanakan proyek pembangunan lima kilang Pertamina yang masuk dalam proyek strategis nasional atau PSN.
Jabatannya sebelum itu adalah Vice President Refining Project Pertamina dan Komisaris PT Pertamina Lubricants. Melansir dari situs Pertamina Lubricants, ia lahir di Rantepao, Sulawesi Selatan, pada 21 Maret 1963 dan memiliki gelar sarjana strata satu Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada.
Tantangan TKDN Migas
Potensi pendapatan industri dalam negeri diproyeksikan dapat mencapai triliunan rupiah apabila langsung terlibat dalam proyek migas Pertamina. Perusahaan pelat merah ini menjalankan banyak proyek strategis nasional alias PSN.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Energi, Minyak, dan Gas Bobby Gafur Umar mengatakan proyek migas Pertamina selama ini bernilai fantastis. Angkanya akan berdampak cukup signifikan bagi industri dalam negeri jika turut dilibatkan.
Untuk pembangunan mega proyek enam kilang saja, misalnya, Pertamina memiliki nilai kontrak sekitar US$ 50 miliar hingga US$ 65 miliar (sekitar Rp 720 triliun sampai Rp 936 triliun). Proyek ini sudah berjalan sejak 2017 dan ditargetkan rampung pada 2027.
Kalau tingkat komponen dalam negeri atau TKDN-nya 30% saja, maka dampaknya cukup besar bagi roda perekonomian domestik. "Nilainya bisa Rp 250 triliun," kata dia dalam webinar Membedah Peluang Bisnis 70 Triliun Di Sektor Hulu Migas, Rabu (10/3).
Kepala Divisi Pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa SKK Migas Erwin Suryadi mengatakan komponen sektor hulu migas memerlukan spesifikasi tinggi. Bisnisnya bermodal besar dan berisiko tinggi. Para kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS juga dituntut melakukan efisiensi.
Industri dalam negeri bukan tak mampu memproduksi kebutuhan sektor migas. Masalahnya, selain produknya yang terbatas, persoalan harga pun menjadi tantangan. "Ya kalau dibandingkan dengan Tiongkok, tentu lebih murah dari sana. Tapi kami tetap harus memiliki keberpihakan dalam negeri," ujar Erwin.