SKK Migas mengumumkan capaian tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) industri hulu migas tahun ini sebesar 58% per April 2021, atau sedikit di atas target sebesar 57%. Namun sejumlah pihak meragukan capaian tersebut.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) belum sepenuhnya bersedia menyerap barang dan jasa dalam negeri. Hal ini berdasarkan informasi yang diterima dari industri penunjang migas, yang belum merasakan kenaikan penyerapan tersebut.
"Ini artinya, secara aktual pekerjaan dan pemakaian produk dalam negeri masih belum maksimal. Ada saja yang kurang, misalnya kualitas bagus tapi kuantitas tidak mampu atau sebaliknya kualitas bagus tapi kuantitas kurang," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (11/5).
Oleh karena itu dia meragukan capaian TKDN hulu migas sudah mencapai 58%. Dia menduga angka tersebut lebih kepada rumusan di atas kertas.
Mamit menilai perlu upaya lebih nyata dari KKKS dalam menggunakan produk dalam negeri. Meski demikian produsen dalam negeri juga harus berbenah. Pasalnya ada sejumlah faktor yang menjadi kendala untuk meningkatkan TKDN.
Seperti harga jual produk lokal yang 20 - 25% lebih tinggi dari produk impor. Sehingga KKKS lebih suka mengimpor karena lebih efisien. Serta waktu pengiriman produk dalam negeri yang sering kali terlambat dan berpotensi menghambat operasional.
Terkait harga, Mamit meminta pemerintah untuk dapat memberikan insentif kepada pengusaha dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk impor. "Banyak bahan mentah yang masih impor, atau harga dalam negeri jauh lebih mahal. Ini menyebabkan kita sulit bersaing dengan produk impor," ujarnya
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi juga meragukan capaian TKDN hulu migas yang mencapai lebih dari 50%. "Bahkan Pertamina saja masih mengimpor kebutuhan pipanya," kata dia.
Untuk meningkatkan TKDN, Fahmi menilai dibutuhkan aturan untuk menindak KKKS yang tidak tidak memenuhi standar TKDN. "Tantangannya adalah rendahnya komitmen KKKS untuk menaikkan TKDN dan rendahnya kualitas TKDN," ujar Fahmi.
Tanggapan SKK Migas
Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Analisis Biaya SKK Migas Erwin Suryadi industri mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan industri penunjang migas dalam negeri. Salah satunya dengan Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) terkait kebutuhan pipa baja untuk proyek migas.
SKK Migas telah mensinkronisasi kebutuhan KKKS terhadap pipa dan informasi harga pasar yang wajar untuk menjaga kepatuhan. Sesuai ketentuan PTK 007 revisi 4, SKK Migas mewajibkan KKKS untuk membeli produk dalam negeri yang sudah terdaftar dalam buku APDN (apresiasi produk dalam negeri).
Menurut Erwin upaya ini sudah menunjukkan hasil positif dan akan terus dikembangkan. "Ketentuan tersebut juga berlaku pada Pertamina yang tergabung dalam subholding hulu dan mudah-mudahan hasilnya juga positif," kata dia.
Jika nilai pengadaan barang dan jasa di hulu migas per April 2021 telah mencapai US$ 1,136 juta, maka dengan TKDN 58% perputaran investasi di Industri penunjang nasional mencapai US$ 658,9 juta atau setara dengan Rp 9,62 triliun.
"Kami akan terus mempertahankan kinerja capaian komitmen TKDN yang baik ini, karena dampak positif terhadap perekonomian nasional sungguh dapat dirasakan. Industri hulu migas akan menjadi bagian dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional," kata dia.