SKK Migas menegaskan data realisasi lifting minyak dan gas bumi (migas) atau produksi migas siap jual telah transparan. Ini menanggapi Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) Ridwan Kamil yang mengeluhkan terkait transparansi data.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan sejauh ini tak ada kewajiban bagi SKK Migas untuk melaporkan data lifting ke daerah penghasil. Namun jika soal transparansi, daerah sebetulnya dapat memeriksa setiap laporan produksi serta waktu rekonsiliasi setiap akhir bulan.
"Yang ada ya laporan di Kementerian ESDM dan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk Dana Bagi Hasil Migas. Kalau soal transparansi kan daerah juga bisa periksa setiap saat laporan produksi," kata Julius kepada Katadata.co.id, Jumat (26/11).
Oleh sebab itu, Julius menilai perlu adanya sosialisasi kembali dan penjelasan lebih dalam mengenai mekanisme pelaporan data lifting migas. Sehingga pemahaman terkait hal ini tidak salah.
Sebelumnya, Ridwan Kamil mengeluh lantaran data realisasi lifting tidak dilaporkan secara transparan. Padahal, data produksi lifting ini sangat berkaitan dengan penerimaan daerah melalui hak partisipasi 10% atau Participating Interest (PI).
"Sehingga sering kali dilaporkan sedikit sehingga 10%-nya sedikit. Nah kami minta keterbukaan data lifting. Kalau dikit bilang sedikit kalau banyak bilang banyak," katanya.
Adapun penerimaan daerah dari hak partisipasi 10% pengelolaan blok migas di Jawa Barat untuk periode 2017-2018 kurang lebih Rp 232 miliar. Kemudian, pada 2019 turun menjadi Rp 172 miliar, dan tahun 2020 naik lagi menjadi Rp 249 miliar.
"Sehingga energi ini berhasil menyetorkan dividen kepada Jawa Barat sebesar US$ 121 miliar. Ini adalah contoh sangat baik bagaimana kalau PI itu dikelola membuat BUMD kita bisa bergerak.," ujarnya..