Harga Minyak Mendekati US$ 140 per Barel Efek Rencana Embargo Rusia

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ilustrasi. Harga minyak global telah melonjak sekitar 60% sejak awal 2022.
Penulis: Agustiyanti
8/3/2022, 08.19 WIB

Harga minyak melonjak pada perdangan Senin (7/3) waktu Amerika Serikat ke level tertinggi sejak 2008 seiring langkah AS dan sekutu Eropa yang tengah mempertimbangkan larangan impor minyak Rusia dan kemungkinan kecil minyak dari iran kembali ke pasar global. 

Mengutip Reuters, harga minyak Brent pagi ini berada di level US$ 123,21 per barel, sedangkan minyak WTI AS  di level US$ 120,63 per barel. Pada perdagangan kemarin, kedua tolok ukur mencapai level tertinggi sejak Juli 2008 dengan Brent mencapai $139,13 per barel dan WTI US$ 130,50 per barel. 

"Gambaran yang lebih besar adalah bahwa gangguan pasokan semakin buruk," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.

Harga minyak global telah melonjak sekitar 60% sejak awal 2022, meningkatkan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global dan stagflasi. Cina menargetkan pertumbuhan yang lebih lambat sebesar 5,5% tahun ini. 

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Minggu (6/3) mengatakan bahwa Amerika Serikat dan sekutu Eropa sedang menjajaki pelarangan impor minyak Rusia. Namun, Gedung Putih pada Senin (7/3) mengatakan Presiden Joe Biden belum membuat keputusan tentang larangan impor minyak Rusia.

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novax mengatakan, harga minyak bisa naik ke lebih dari $300 per barel jika Amerika Serikat dan Uni Eropa melarang impor minyak dari Rusia.

"Kami mempertimbangkan US$125 per barel, perkiraan jangka pendek kami untuk minyak mentah Brent, sebagai batas lunak untuk harga, meskipun harga bisa naik lebih tinggi jika gangguan memburuk atau berlanjut untuk periode yang lebih lama," kata analis komoditas UBS Giovanni Staunovo.

Ia memperkirakan, perang berkepanjangan di Ukraina dapat mendorong Brent di atas $150 per barel.

Analis di Bank of America mengatakan, akan terjadi kekurangan 5 juta barel per hari (bph) atau lebih besar dari itu jika sebagian besar ekspor minyak Rusia dihentikan. Hal ini dapat mendorong harga minska mencapai US$200 per barel.

Rusia adalah pengekspor minyak mentah dan produk minyak terbesar di dunia, dengan ekspor sekitar 7 juta barel per hari atau 7% dari pasokan global. Beberapa volume ekspor minyak Kazakhstan dari pelabuhan Rusia juga menghadapi komplikasi akibat perang. 

Pembicaraan Iran

Sementara itu, pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran sejak 2015 dengan kekuatan dunia terperosok dalam ketidakpastian setelah Rusia menuntut jaminan AS bahwa sanksi yang dihadapinya atas konflik Ukraina tidak akan merugikan perdagangannya dengan Teheran. Cina juga mengajukan tuntutan baru.

Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian mengatakan Teheran tidak akan membiarkan  elemen asing apa pun merusak kepentingan nasionalnya.  Media pemerintah Iran melaporkan, kementerian luar negeri masih menunggu penjelasan dari Rusia.

Prancis mengatakan kepada Rusia untuk tidak melakukan pemerasan atas upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir, sedangkan pejabat tinggi keamanan Iran mengatakan prospek pembicaraan tetap tidak jelas.

Iran akan membutuhkan beberapa bulan untuk memulihkan aliran minyak bahkan jika mencapai kesepakatan nuklir.

Secara terpisah, para pejabat AS dan Venezuela membahas kemungkinan pelonggaran sanksi minyak terhadap Venezuela tetapi membuat sedikit kemajuan menuju kesepakatan dalam pembicaraan bilateral tingkat tinggi pertama mereka dalam beberapa tahun. 

Di tempat lain di Irak, ladang minyak West Qurna 2 akan kembali beroperasi pada Selasa dan produksi akan meningkat secara bertahap untuk mencapai produksi normal 400 ribu barel per hari. Ladang minyak sempat ditutup sementara untuk pemeliharaan bulan lalu.