Harga minyak naik sekitar 2% persen pada akhir perdagangan Selasa (2/11). Para investor menunggu data stok bahan bakar AS di tengah optimisme bahwa pembatasan Covid-19 di Cina yang merupakan konsumen minyak terbesar akan dibuka kembali.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember naik 1,84 dolar AS atau 2,1% menjadi US$ 88,37 dolar AS di New York Mercantile Exchange. Sedangkan minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari naik US$ 1,84 atau 2% menjadi US$ 94,65 dolar per barel di London ICE Futures Exchange.
Badan Informasi Energi AS (EIA) akan merilis laporan status minyak mingguan pada Rabu waktu setempat. Analis yang disurvei oleh S&P Global Commodity Insights memperkirakan laporan tersebut menunjukkan penurunan 1,6 juta barel dalam pasokan minyak mentah AS selama pekan yang berakhir 28 Oktober.
Para investor juga memperhatikan langkah yang akan diambil The Federal Reserve. Bank sentral AS itu akan membuat pengumuman suku bunga pada Rabu (3/11) sore waktu setempat saat mengakhiri pertemuan kebijakan dua hari.
Pengetatan kebijakan agresif oleh bank sentral utama untuk menjinakkan inflasi telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi resesi dan dampaknya terhadap permintaan energi.
Pada bulan lalu, harga minyak menuai keuntungan, didukung oleh keputusan pengurangan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+.
Harga Brent dan WTI mencatat kenaikan bulanan pada Oktober, yang pertama sejak Mei, setelah OPEC+, memangkas produksi yang ditargetkan sebesar 2 juta barel per hari ( bph). Untuk Oktober, patokan minyak mentah AS menguat 8,9%, sementara Brent naik 7,8%.
OPEC menaikkan perkiraannya untuk permintaan minyak dunia dalam jangka menengah dan panjang pada Senin (31/10). Organisasi ini mengatakan bahwa investasi US$ 12,1 triliun diperlukan untuk memenuhi permintaan.
Faktor-faktor bullish ini yang mengimbangi kekhawatiran penurunan permintaan yang ditimbulkan oleh pembatasan Covid-19.