Asia Tenggara akan menjadi fokus untuk merger dan akuisisi hulu migas global dalam dua tahun ke depan, dengan aset senilai lebih dari US$ 5 miliar atau Rp 75,3 triliun, tersedia untuk diperebutkan perusahaan migas di seluruh dunia.
Menurut laporan Rystad Energy, sebagian besar peluang ini ada di Indonesia yakni lebih dari US$ 2 miliar atau Rp 30,1 triliun. Diikuti oleh Malaysia di posisi ke-2 sekitar US$ 1,4 miliar atau Rp 21,1 triliun, dan Vietnam di urutan ke-3 dengan US$ 1 miliar atau Rp 15,1 triliun.
Sepanjang tahun ini telah tercapai kesepakatan akuisisi aset migas senilai US$ 700 juta atau Rp 10,5 triliun di Asia Tenggara, tertinggi sejak 2019. Dari semua aset yang akan dijual, 74% berada dalam tahap keputusan investasi pra-akhir (FID), 21% sudah berproduksi, dan 5% dalam tahap pengembangan.
Secara keseluruhan, total aset migas yang tersedia di pasar di Asia Tenggara tahun ini mewakili 4 juta barel setara minyak (boe) dalam sumber daya dan sekitar 270.000 boe produksi harian dengan rasio gas-ke-cair 63:37, proposisi yang menguntungkan bagi calon investor.
“Ada banyak uang yang berpindah tangan di Asia Tenggara saat ini. Besarnya kesepakatan minyak dan gas di kawasan ini akan menghidupkan kembali sektor tersebut, mengurangi ketergantungan pada perusahaan minyak nasional (NOC) dan pemain utama yang telah berkembang dalam beberapa dekade terakhir,” tulis laporan Rystad Energy, dikutip Rabu (29/3).
Perusahaan konsultan energi dunia tersebut juga menilai Asia Tenggara menghadirkan peluang yang sangat baik bagi para pemain hulu yang ingin memperkuat portofolio hidrokarbon mereka.
Prateek Pandey, wakil presiden penelitian hulu Rystad Energy, mengatakan bahwa kerangka kerja fiskal dan peraturan memainkan peran penting dalam mendorong aktivitas hulu migas di kawasan ini untuk membantu menarik pembeli dan mengamankan kesepakatan.
“Pembaruan administrasi yang telah diterapkan Malaysia, Indonesia dan Thailand dalam beberapa tahun terakhir meningkatkan minat dari perusahaan energi besar dan pembeli regional baru lainnya karena negara-negara ini mendapat manfaat dari hasil eksplorasi yang sukses,” ujarnya.
Menurut Pandey, negara-negara lain di kawasan ini, seperti Vietnam dan Kamboja, iri melihat tetangga mereka dan mencoba memberlakukan proses serupa untuk menarik investasi dan kesepakatan.
“Sebagai akibat dari pelonggaran fiskal ini, banyak pemain minyak dan gas yang beragam memandang Asia Tenggara dengan serius sebagai pilar rencana ekspansi portofolio mereka,” ujarnya lagi.