BBM Setara Pertalite Tak Lagi Digunakan Banyak Negara Asia Pasifik

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Petugas mengganti papan harga SPBU jelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jakarta, Sabtu (3/9/2022).
Penulis: Lavinda
12/9/2023, 19.56 WIB

Pertamina dan pemerintah baru akan mengkaji rencana mengubah produk bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dengan BBM anyar bernama Pertamax Green 92 pada tahun depan. BBM ini merupakan campuran Pertalite dengan kandungan 7% bioetanol.

Kebijakan tersebut diusulkan karena Pertalite memiliki bilangan oktan atau research octane number (RON) 90 yang tidak memenuhi standar emisi ramah lingkungan.

Dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.20 Tahun 2017, pemerintah Indonesia menetapkan kendaraan bermotor minimal harus menggunakan BBM RON 91 supaya memenuhi baku mutu emisi gas buang sesuai standar Euro 4.

Namun, aturan itu belum terimplementasi hingga sekarang, karena BBM RON 90 nyatanya masih beredar. Konsumsi BBM di bawah RON 91 bahkan terus meningkat di skala nasional.

Padahal, BBM dengan oktan di bawah 91, seperti Pertalite, sudah ditinggalkan oleh banyak negara di kawasan Asia-Pasifik.

Menurut data Asian Clean Fuels Association (ACFA), dikutip dari databoks.katadata.co.id, Malaysia sudah menggunakan BBM dengan kualitas minimal RON 95 pada awal 2020.

Kemudian, BBM di Vietnam dan Taiwan minimal RON 92. Sementara itu, Thailand, Filipina, Korea Selatan, dan Australia menggunakan BBM minimal RON 91.

Sementara itu, negara Asia-Pasifik yang masih mengonsumsi BBM di bawah RON 91 sampai awal 2020 adalah Jepang, Tiongkok, dan Indonesia.

Sampai Agustus 2023 rencana penghapusan Pertalite dan peralihannya ke Pertamax Green 92 masih digodok oleh Pertamina.

"Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apapun dari pemerintah. Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut," kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu, (30/8/2023).

Menurut Nicke, jika nanti usulan tersebut menjadi program pemerintah, harganya juga akan diatur oleh pemerintah.

"Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar, karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya," kata Nicke.