Harga minyak naik sekitar 2% pada Rabu (25/10) seiring sentimen konflik Israel-Palestina yang kembali membebani pasar. Namun kenaikan harga dibatasi oleh peningkatan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) dan suramnya prospek ekonomi Eropa.
Minyak mentah Brent naik US$ 2,06 atau 2,34% menjadi US$ 90,13 per barel. Namun pagi ini, Kamis (26/10), Brent turun tipis, diperdagangkan di level US$ 89,95 per barel. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$ 1,65 atau 1,97% menjadi US$ 85,39, dan pagi ini turun tipis ke US$ 85,28.
“Harga minyak jatuh di awal sesi perdagangan Rabu, namun berbalik naik dengan meningkatnya risiko geopolitik,” kata analis Price Futures, Phil Flynn, seperti dikutip Reuters, Kamis (26/10).
Peningkatan risiko geopolitik dipicu oleh langkah Israel yang meningkatkan pengeboman ke wilayah Gaza selatan di mana para penduduk wilayah tersebut diinstruksikan oleh Israel untuk mengungsi dari Gaza utara. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Israel tengah mempersiapkan serangan darat ke Jalur Gaza.
Kenaikan harga minyak tertahan seiring kenaikan persediaan minyak mentah AS sebesar 1,4 juta barel dalam sepekan terakhir menjadi 421,1 juta barel, menurut data Energy Information Administration (EIA), melebihi proyeksi kenaikan yang hanya 240 ribu barel.
Sementara itu prospek ekonomi Eropa melemah seiring rilis data ekonomi yang mengecewakan dalam beberapa pekan terakhir. Data bank sentral Eropa (European Central Bank) menunjukkan penyaluran kredit seluruh bank di kawasan Euro stagnan bulan lalu. Ini dinilai menjadi indikasi bahwa kawasan ini semakin mendekati resesi.
Harga minyak juga ditopang oleh potensi peningkatan permintaan dari Cina yang telah menyetujui penerbitan surat utang baru berupa sovereign bonds senilai 1 triliun yuan atau US$ 137 miliar, serta mengizinkan pemerintah lokal menerbitkan surat utang baru dari kuota 2024 untuk memacu ekonomi.
Namun Cina juga mengambil langkah yang dapat menahan laju permintaan minyak dengan menetapkan batas kapasitas pengolahan minyak pada kilang-kilangnya sebesar 1 miliar metrik ton pada 2025 untuk merampingkan sektor hilir migasnya dan memangkas emisi karbon.