Harga minyak turun sekitar 2% pada Selasa (7/11), dengan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) kembali ke level di bawah US$ 80 per barel.
Turunnya harga seiring pengumuman data ekonomi Cina yang mengecewakan, mengalahkan sentimen pemotongan pasokan Arab Saudi dan Rusia yang diperpanjang hingga akhir tahun ini.
Minyak mentah Brent terpantau turun US$ 1,57 atau 1,84% menjadi US$ 83,61 per barel, sedangkan WTI turun US$ 1,40 atau 1,73% menjadi US$ 79,42 per barel. Ini menjadi level terendah dua harga minyak acuan global ini dalam lebih dari dua bulan.
Turunnya harga dipengaruhi oleh data ekonomi Cina, terutama terkait ekspor, impor, dan produksi minyak mentah. Impor minyak mentah Cina pada bulan Oktober menunjukkan pertumbuhan yang kuat baik dari tahun ke tahun maupun bulan ke bulan, namun total ekspornya terkontraksi lebih dalam dari perkiraan.
Ekspektasi penurunan produksi minyak mentah oleh perusahaan penyulingan yang berbasis di Cina antara bulan November dan Desember juga dapat membatasi permintaan minyak dan memperburuk penurunan harga.
Saham dunia yang sering diperdagangkan bersamaan dengan minyak, melemah pada hari Selasa karena antusiasme investor terhadap puncak suku bunga global memudar. Selain itu, dolar AS telah naik dari posisi terendah baru-baru ini, membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Di sisi pasokan, pasar sedang menunggu untuk melihat apakah Arab Saudi dan Rusia siap mengendalikan produksi secara sukarela setelah akhir tahun ini selain kesepakatan yang lebih luas di antara kelompok produsen OPEC+.
“OPEC+ sepertinya tidak akan terburu-buru membatalkan pengurangan produksi minyak ketika komite pemantauan gabungan tingkat menteri bertemu pada 26 November,” kata Kelvin Wong, analis pasar senior di OANDA, sebuah perusahaan trading yang berbasis di New York, AS, dikutip dari Reuters, Selasa (7/11).
Sementara itu sentimen konflik Timur Tengah antara Israel dan Hamas di Palestina tak lagi membebani pasar seiring kekhawatiran gangguan pasokan yang mereda. Meski begitu Bank Dunia memprediksi harga minyak dapat melambung hingga US$ 157 per barel dalam skenario terburuk eskalasi konflik di Timur Tengah.
Dalam laporan Commodity Markets Outlook terbarunya Bank Dunia memperkirakan harga minyak global pada kuartal IV tahun ini pada level US$ 90 per barel dengan harga rata-rata sepanjang tahun ini US$ 81 per barel seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi yang menekan permintaan.
Harga tersebut belum memperhitungkan premi dari konflik Timur Tengah antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza Palestina, yang kini mulai meluas ke wilayah lainnya seperti di perbatasan Israel-Lebanon.
Dalam skenario terburuknya, Bank Dunia memperkirakan eskalasi konflik Timur Tengah dapat menyebabkan gangguan pasokan minyak global hingga 6-8 juta barel per hari. Ini akan menyebabkan harga melonjak ke US$ 140-157 per barel.