Harga Minyak Turun Semakin Dalam, Brent Dekati US$ 80 per Barel

Pertamina
Pertamina mengelola Menzel Ledjmet Nord (MLN) Oil Field di Aljazair sejak 2014 dengan penguasaan hak partisipasi sebesar 65%. Lapangan migas ini memproduksi minyak 14.875 bopd pada Januari-Mei 2023.
Penulis: Happy Fajrian
8/11/2023, 11.27 WIB

Harga minyak turun semakin dalam pada Rabu (8/11), seiring persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang mengalami peningkatan signifikan. Minyak mentah Brent kini mendekati level US$ 80 per barel, level terendahnya sejak Juli 2023.

Brent diperdagangkan di level US$ 81,67 per barel, turun dari level US$ 84,75 pada Selasa (7/11). Sedangkan minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) turun dari US$ 80,45 menjadi US$ 77,20 per barel.

“Pasar jelas tak lagi khawatir terhadap potensi gangguan pasokan di Timur Tengah dan malah fokus pada pelonggaran kondisi pasokan minyak yang ketat,” kata analis dari ING bank Warren Patterson dan Ewa Manthey, seperti dikutip Reuters, Rabu (8/11).

Stok minyak mentah AS naik hampir 12 juta barel pada pekan lalu, menurut data dari American Petroleum Institute (API). Badan Informasi Energi (EIA) AS akan menunda rilis data inventaris mingguan hingga tanggal 13 November.

“Produksi minyak mentah di Amerika tahun ini akan naik sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, sementara permintaan akan turun,” kata EIA.

EIA kini memperkirakan total konsumsi minyak bumi di negara tersebut akan turun sebesar 300.000 barel per hari (bph) pada tahun ini, membalikkan perkiraan sebelumnya yang memperkirakan kenaikan sebesar 100.000 bph.

Badan tersebut juga memperkirakan produksi minyak mentah Venezuela akan meningkat kurang dari 200.000 barel per hari (bpd) menjadi rata-rata 900.000 barel per hari pada akhir tahun 2024 di bawah pelonggaran sanksi AS.

Lebih lanjut meredakan kekhawatiran terbatasnya pasokan, analis dari Goldman Sachs memperkirakan ekspor minyak bersih lintas laut oleh enam negara OPEC, yang mengumumkan pengurangan produksi kumulatif 2 juta bph sejak April 2023.

Data dari Cina, importir minyak mentah terbesar di dunia, juga menimbulkan keraguan terhadap prospek permintaan. Impor minyak mentah Cina pada Oktober tumbuh kuat namun total ekspor barang dan jasa mengalami kontraksi lebih cepat dari perkiraan, sehingga menambah kekhawatiran akan lebih rendahnya permintaan energi global.

Yang menambah tekanan pada harga minyak adalah pemulihan moderat dolar AS dari posisi terendah baru-baru ini, yang membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Sisi baiknya, kelompok produsen minyak OPEC memperkirakan ekonomi global akan tumbuh dan mendorong permintaan bahan bakar, meskipun ada tantangan ekonomi, termasuk tingginya inflasi dan suku bunga.