Pemerintah dikabarkan akan segera memperpanjang izin pertambangan PT Freeport Indonesia selama 20 tahun ke depan, hingga 2061. Dengan perpanjangan tersebut Freeport diminta menambah porsi saham pemerintah melalui MIND ID sebesar 10% atau menjadi 61%.
Dalam kunjungannya ke Amerika Serikat (AS) pada awal pekan lalu, Senin (13/11), Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Chairman Freeport McMoRan Richard Adkerson untuk membahas penambahan porsi saham pemerintah dan perpanjangan izin tambang Freeport.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta pemerintah tidak gegabah memperpanjang izin pertambangan Freeport. Hal ini lantaran Freeport masih memiliki izin pertambangan hingga 2041 setelah mendapat perpanjangan izin selama 2 x 10 tahun, dengan tahap pertama sampai 2031.
Menurut Undang-Undang, harusnya perpanjangan izin tersebut baru dapat dilakukan paling cepat pada 2026. Karena ketentuannya, perpanjangan izin paling cepat diajukan 5 tahun sebelum izin tersebut berakhir dan paling lama satu tahun sebelum izin tersebut berakhir, yakni 2030.
“Karena itu waktu untuk perpanjangan izin tersebut masih cukup lama, sehingga tidak perlu terburu-buru. Biarlah ini diurus oleh Pemerintahan yang akan datang agar lebih optimal. Sehingga tidak ada kesan untuk mengejar Pemilu atau “deal-dealan” untuk biaya kampanye,” ujar Mulyanto.
Mulyanto menambahkan terkait pengusahaan tambang ini Indonesia harus semakin dominan. Hal tersebut merupakan amanat konstitusi yang menyatakan bahwa kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengusahaan oleh pihak asing dimungkinkan hanya karena keterbatasan dana, SDM dan teknologi. Tapi kalau semua kebutuhan tersebut mampu dipenuhi sendiri, maka bangsa ini wajib mengusahakannya secara mandiri.
“Sudah lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka semestinya kita mampu mengelola bisnis ekstraksi SDA seperti ini secara lebih mandiri. Di bidang Migas, sekarang ini Pertamina sudah dominan menguasai lebih dari 60%. Tentunya harusnya demikian pula untuk komoditas tembaga, emas, nikel, dan lain-lain,” kata Mulyanto.
Mulyanto menyebut posisi tawar Pemerintah sebagai pemberi izin sangat kuat, termasuk bila ingin memberikan persyaratan lain untuk perpanjangan izin bagi Freeport ini, termasuk syarat berupa tambahan saham nasional tersebut.
Dengan tambahan saham 10% maka kepemilikan nasional atas Freeport akan menjadi semakin dominan yakni menjadi 61%, dan otomatis Indonesia menjadi pengendali dalam konsolidasi operasi dan keuangan.
Namun dia mewanti-wanti bahwa sebagai pengendali implementasinya harus bijaksana dan profesional, harus mengikuti kaidah-kaidah bisnis dan teknologis yang baku, agar perusahaan semakin untung dan maju, yang akhirnya benar-benar dapat menyejahterakan rakyat, terutama rakyat Papua.
“Jangan sampai BUMN dijadikan sebagai sapi perah secara politis, seperti keluhan yang sering kita dengar di masyarakat,” ujarnya.
Alasan Pemerintah Perpanjang Izin Freeport hingga 2061
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan Freeport dapat mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hingga 2061, setelah berakhirnya izin operasi pada 2041 mendatang.
“Karena Freeport sudah sekian puluh tahun. Dalam persyaratannya ada cadangan, masa mau kita putusin dan cari lagi,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM pada Jumat (17/11).
Dalam perpanjangan hingga 2061 Arifin menyebut saham mayoritas akan dipegang oleh Indonesia. Namun perihal teknis akan tetap di bawah kendali perusahaan induk. “Operatorship-nya MIND ID. Kalau teknik pertambangan segala macamnya kita perlu yang jago ngebor,” kata Arifin.
Arifin menyebut, Freeport akan fokus menambang area bawah tanah atau underground. Arifin menjelaskan terkait urusan teknis pertambangan penting untuk melihat kemampuan. “Kami berharap yang mengoperasikan itu yang mampu, supaya tambang mineral itu produktivitasnya bisa tinggi kemudian juga efisien,” kata dia.